Sunday 18 August 2019

Pura Mangkunegaran & Keindahan Gaya Tempo Dulu



Setelah selesai dari Masjid Agung Kraton Surakarta, kamipun melanjutkan perjalanan kembali ke Pura Mangkunegaran yang jaraknya 1,6 Km atau sekitar 7 menit perjalanan, mobil pun berjalan pelan, banyak yang pak Guyub ceritakan tentang kota kecil ini terutama sejak reformasi sampai dengan saat ini, yang katanya sempat stag saat kejadian reformasi 1998.

Mobilpun memasuki parkiran kami pun, yang  melewati sebuah gapura hijau. Selanjutnya akan tampak pamedan, yaitu lapangan hijau tempat latihan prajurit pasukan Mangkunegaran. Di sebelah timurnya terdapat bangunan Kavallerie Artillerie.


Setelah selelai berfoto di bangunan Kavallerie Artillerie, kamipun langsung memasuki pintu masuk untuk membeli ticket, ticket yang di kenakan cukup murah yaitu 10 ribu/ orang, tetapi di pura mangkunegaran ini kita di haruskan menggunakan guide (pemandu) selama di dalam kawasan pura mangkunegaran ini.

"Dari mana mas ?"tanya petugas yang melakukan cek ticketnya
"Dari Palembang" jawabku
"Tunggu sebentar mas, di panggilkan pemandunya dahulu"kata petuganya

Mbak Lia, yang memandu kami di Pura Mangkunegaran
Melalui pengeras suara di petugas memanggil pemandu pura mangkunegaran yang masih merupakan anak muda.
"Selamat siang pak, bu... nama saya lia, yang akan memandu Bapak & Ibu Sekalian"Kata mbak Lia ini sambil menggengam plastik putih di tangannya.

Pintu gerbang kedua menuju halaman dalam berdiri Pendopo Ageng yang berukuran 3.500 meter persegi. Bangunan ini berbentuk joglo. Pendopo ini dapat menampung kurang lebih lima sampai sepuluh ribu orang, pendopo terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di hutan Donoloyo di perbukitan Wonogiri. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku.

Kamipun di jelaskan satu persatu tempat-tempat yang ada di pura mangkunegaran ini dari singa perunggu buatan berlin sebagai hadiah dan lain-lain. Sampai di Pendopo Ageng kami harus melepas alas kaki kami yang di masukan ke kantong kresek putih yang dari tadi di pegang oleh Mbak Lia, saat menpak di atas kramik yang agak kecoklat-coklatan ini yang informasi dari mbak Lia karena terendam akibat banjir yang pernah menggenangi pura mangkunegaran ini beberapa tahun yang lalu.

Ayuk di depan patung singa prunggu buatan Berlin yang merupakan hadiah kepada pura mangkunegaran
Di atas pendopo ageng ini ada beberapa set gamelan yang di memiliki fungsi dan kegunaan masing- masing, seperti ayuk yang berfoto dengan background kyai Lipur Sari yang merupakan gamelan terbaru. Gamelan ini ditabuh setiap hari Rabu untuk mengiringi latihan tari dan seni pertunjukan bagi wisatawan. Dan ada mitos yang di jelaskan oleh mbak Lia, siapa yang bisa memeluk soko guru (Tiang dari pendopo ageng) ini maka hajatnya bisa kabul. Akhirnya kakak dan adek berusaha memeluk tiang tersebut walaupun tidak berhasil.

Kami pun melanjutkan ker ruangan selanjutnya, tetapi ada ketentuan di ruangan ini tidak boleh di lakukan pengambilan foto apa pun, di mana ruangan ini di sebut Ndalem Ageng, sebuah bangunan berbentuk limasan yang memiliki luas kurang lebih 1.000 meter persegi yang saat ini beerfungsi sebagai museum, Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) berlapiskan tenunan sutera yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata-senjata, pakaian-pakaian, medali-medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar adipati-adipati Mangkunegaran serta berbagai benda-benda seni dan pusaka. yang mengandung nilai estetik yang tinggi.

Ruang Paracimoyasa, ruang segi delapan yang di gunakan untuk rapat
Di belakang Dalem Ageng, terdapat keputren yakni tempat kediaman keluarga Mangkunegaran. Di dalamnya terdapat taman yang ditumbuhi pohon, bunga, semak hias, sangkar berisi burung, patung-patung klasik bergaya Eropa, serta kolam air mancur.

Disini dapat dilihat foto-foto anak-anak dari keluarga Mangkunegara ini, termasuk salah satunya yang menjadi artis di ibukota saat ini.

Menghadap ke taman terbuka, terdapat Pracimoyasa, sebuah ruang keluarga berbentuk segi delapan yang digunakan untuk rapat. Di dalam bangunan terdapat perabotan dari Eropa. Kaca-kaca berbingkai emas terpasang berjejer di dinding.

Foto Di kaputren
Ayuk berfoto di air mancur & kolam ikan kaputern

No comments:

Post a Comment