Setelah selesai dari lawang sewu kamipun berjalan kearah Jalan Pandanaran yang terletak tepat di sebelah bangunan lawang sewu ini, karena pandanaran ini terkenal sebagai pusat oleh-oleh khas di kota Semarang.
Jalan Pandanaran (Ki Ageng Pandan Arang sendiri di ambil dari seorang salah satu tokoh penyebar agama Islam di Semarang yang juga merupakan bupati pertama Semarang yang di angkat oleh bupati Demak Bintara, Konon nama Semarang diberikan olehnya, karena di tempat ia tinggal ditumbuhi oleh pohon asam yang jarang-jarang (bahasa Jawa: asem arang). Berdasarkan arsip De Gouverneur Van Java, dia pun dikenal sebagai sultan bajat atau kiyai gede semarang.
Saat menyusuri jalan saya pun melihat penjual es dawet durian yang ada pas di tikungan jalan Pandanaran
"Ada yang mau es dawet nggak ? "Tanya ku
"Mau yah.." anak-anak menjawab hampir serempak
3 Gelas es dawet pun di buat oleh penjualnya, hanya 1 yang pakai durian sedangkan yang lain es dawet biasa, tetapi durian yang di berikan cukup banyak jadi bisa buat bertiga. Unik juga mencicipi rasa es dawet durian selama ini paling-paling minum kopi durian. Untuk harga es dawet durian hanya 10 ribu pergelas dan es dawet biasa 7 ribu pergelas, cukuplah untuk memulihkan stamina kami setelah berkeliling lawang sewu tadi, setelah selesai kamipun menyelusuri lagi jalan pandanaran.
Tepat di depan rumah sakit hermina ada jembatan penyebrangan. kamipun menyebrang melalui jembatan penyebrangan tersebut, karena letak bandeng juwana dan pusat oleh-oleh khas Semarang ini berada di seberang rumah sakit hermina tersebut, saat turun dari jembatan penyebrang kita sudah di sambut para penjual oleh-oleh khas Semarang dari lunpia, wingko babat, tahu Baxo, dan lain sebagainya.
Akhirnya kami memasuki salah satu toko oleh-oleh di jalan Pandanaran ini, rame tokonya dari bandeng presto tulang lunak, wingko babat, lunpia, moaci wijen, tahu baxo. Setelah berkeliling saya dan bunda membeli beberapa jenis makanan dari toko tersebut sebagai kudapan kami, setelah itu kamipun keluar, untuk membeli cemilan perjalanan selanjutnya.
Sesaat setelah menelpon pak Ratno untuk di jemput di Jalan Pandanaran, di bawah jembatan penyebrangan di seberang rumah sakit hermina saat menunggu mobil datang, mataku pun tertuju kepada lunpia yang masih di goreng oleh penjualnya, yang ternyata bernama pak Suyat.
Karena tampa enak, kamipun membeli 10 buah yang berisi rebung dan cacahan ayam, yang selanjutnya di bungkus dengan besek yang di lapisi dengan kertas roti, informasi pak Suyat si penjual kalau lunpia ini bisa betahan sampai 3-4 hari untuk yang di goreng.
Dan ukuruan lunpian yang lumayan besar ini cepat membuat kenyang hanya 2 saja sudah membuat perut kenyang, tetapi bunda tidak menyukai saus nya yang manis seperti gula merah yang di kasih bawang dan bumbu lainnya, maklum lidah sumatera. Tetapi solusinya sih bisa di ganti dengan saus sambal atau yang lainnya.
Setelah pak Ratno datang kamipun langsung menaiki mobil untuk ke tujuan berikutnya yaitu bangunan merah kelenteng Sam Po Kong.
Setelah pak Ratno datang kamipun langsung menaiki mobil untuk ke tujuan berikutnya yaitu bangunan merah kelenteng Sam Po Kong.
No comments:
Post a Comment