Sunday 28 April 2019

Adek Dan Ziarah Kubro Tahun 1440 H / 2019 M

Foto adek mengikuti pelaksanaan ziarah kubro 2017 - 2019 ( Kiri 2017, Tengah 2018 & Kanan 2019 )
Alhamdulilah sudah 3 tahun berturut-turut adek mengikuti rangkaian acara ziarah kubro dari tahun 2017 sejak masih umur +/- 3,5 tahun, saat tahun 2017 engkau ikut masih minta di gendong dengan kata-kata " capek" yang meluncur dari mulut kecilmu maklum karena jalan yang bakal di tempuh dalam kegiatan ziarah kubro ini kurang lebih 2 Km, banyak persiapan yang di bawah saat itu dari pampers, susu, air mineral , tisu basah dan lain-lain, dengan baju orange yang engkau pakai dengan peci yang kebesaran, kerasa repotnya apalagi kegiatan ziarah kubro ini hanya boleh di ikuti oleh laki-laki saja. Ujuk dan Abi ikut bergantian untuk menggendong tubuhmu.

Ziarah Kubro 2019
Pada tahun 2018 justru engkau tidak mau berjalan kaki, tapi justu ingin pake motor karena katamu tidak tahan panas matahari yang mulai menyengat.

Tapi saat kemarin saat puncak ziarah kubro 2019 engkau tanpa mengeluh sedikitpun langkah kecilmu menyusuri jalan yang di lalui oleh jemaah ziarah kubro, pemakaman Pangeran Syarif Ali, Pemakaman Kawah Tengkurap dan ke kambang koci, walaupun gamis putih yang engkau pakai banyak terkena noda makanan dan tanah  yang pasti merepotkan bunda saat mencucinya nanti.

Tapi biarlah nak, ziarah kubro ini bukan hanya kita berdoa dan melakukan amalan tetapi disitu ada esensi silaturahim, bukan sekedar kumpul berjamaah tetapi ada esensi ukhuwa yang semakin erat. 

Semoga tradisi berkumpul dengan orang sholeh seperti ini bisa engkau ikuti sampai generasi penerusmu kelak seperti yang ayah lakukan sekarang.

Rute ziarah kubro sumber google
Ziarah kubro, 22 Syaban 1440 H

Saturday 20 April 2019

Pedestarian Sudirman, Pilih ke Kiri atau Kanan ?





Setelah sebelumnya sudah melakukan eksplore pedestarian Sudirman di bagian kanan sejauh kurang lebih 400 M maka malam ini, kita lihat di bagian kiri, ternyata selama ini yang belum kami lihat bahwa di bagian kiri lebih banyak di khususkan untuk acara anak muda seperti band, lagu jazz ataupun lagu underground.


Yang paling ramai dan jadi tongkrongan anak muda adalah musik hingar-bingar dengan aliran under ground, banyak penonton ikut mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti lagu yang lebih saya anggap seperti menggerutu tersebut, walau begitu saya sendiri masih menyukai aliran lagu under ground seperti seringai, rotor band atau tengkorak band.

Di sisi kiri pedestarian Sudirman ini juga banyak terdapat permainan anak-anak seperti odong-odong ataupun mobil gowes berlampu di sisi ini, 

Musik Undergroundnya seru

Foto dengan kuda bayar seikhlasnya

Yang hobi musik jazz di sini tempatnya

Kayaknya lagi ada Festival drum

Arena main anak-anak

Wednesday 3 April 2019

Benteng Kuto Besak, Tempat Wisata Yang Di Kelilingi Objek Wisata

Palembang Heritage Half Day Tour - Di Pelataran Benteng Kuto Besak
Setelah selesai menyimak dengan budaya dan sejarah  Museum Sultan Mahmud Badarudin II kamipun melanjutkan perjalanan ke pelataran Benteng Kuto Besak yang masyarakat Palembang sering menyebutnya sebagai BKB, yang jaraknya tidak tellau jauh dari museum SMB II, dari pelataran BKB bisa terlihat jelas di sisi kira ada Jembatan Ampera, pasar 16 ilir yang di bangun tahun 1962,  tampak angkuh membelah sungai musi, sungai musi & kampung kapitan di bagian depan sedangkan di bagian kanan terlihat juga jembatan Musi VI yang belum beroperasi, juga terdapat gedung Schouwburg ( Gedung Theater ) dan gedung Jacobson Van Den Berg & Co sedangkan dari belakang sendiri Benteng Kuto Besak berdiri dengan kokohnyam, dan di kejauhan waterleiding tampak berdiri gagah.

Adek bersama maskot asian games di pelataran BKB
Itulah salah satu kelebihan dan anugerah yang di berikan oleh Allah SWT kepada kota ini  yang memiliki objek wisata dengan jarak tidak berjauhan, adek selepas dari museum langsung mendekati maskot dari asian games 2018 yang masih berdiri tegak di kawasan ini.

Kokohnya gerbang BKB
Selanjutnya Gerbang dan kokohnya djnding BKB yang  menjadi sasaran adek, karena banyak rerumputan yang sehingga adek pun sempat berguling-guling di halaman BKB ini, Benteng Kuto Besak  saat ini menjadi markas Kesdam II Sriwijaya yang menjadi saksi bisu sejarah kota ini dari zaman Kesultanan, kolonial, Jepang, kemerdekaan sampai sekarang ini.

Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan, ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton baru.

Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengan arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Keraton ini ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797.

On acrtin di BKB
Secara keseluruhan Benteng Kuto Besak berdenah persegipanjang dan berukuran 288,75 m x 183,75 m, serta menghadap ke arah tenggara tepat di tepi Sungai Musi. Di tiap-tiap sudut benteng terdapat bastion, tiga bastion di sudut utara, timur dan selatan berbentuk trapesium sedangkan bastion sudut barat berbentuk segilima. Benteng Kuto Besak memiliki tiga pintu gerbang, yaitu di sisi timur laut dan barat laut serta gerbang utama di sisi tenggara.

Tembok keliling Benteng Kuto Besak sendiri juga mempunyai keunikan, yaitu bentuk dinding yang berbeda-beda pada masing-masing sisi benteng, demikian juga dengan tingginya. Dinding tembok sisi timur laut mempunyai ketebalan yang sama, ketinggian dinding tembok bagian depan adalah 12,39 m sedangkan bagian dalam 13,04 m, sehingga bagian atasnya membentuk bidang miring yang landai. Tampak muka dinding sisi timur laut ini juga dihiasai dengan profil. Sama dengan dinding sisi tenggara, dinding sisi timur laut juga dilengkapi dengan celah intai yang berbentuk persegi dengan bagian atas berbentuk melengkung. Lubang celah intai tersebut juga berbentuk mengecil di bagian tengahnya.

"Yah... nanti kita ke Ampera ya...." kata Adek
Bergerak dari gerbang Benteng Kuto Besak kamipun menuju ke seberang BKB yang terdapat landmark baru yaitu tugu ikan belido yang di bangun atas bantuan CSR PT. Bukit Asam, tugu ikan belido yang di resmikan pada tanggal 13 Agustus 2017 oleh walikota Palembang. Tugu ikan belido ini yang konsep awalnya akan menyaingi Patung Merlion di Singapura, sayangnya sampai saat ini air mancur yg keluar dari mulut air mancur sangat jarang dapat di saksikan padahal air sungai Musi tiada pernah kering.

Ikan belido sendiri merupakan ikan khas dari kota Palembang walaupun di kota lain seperti Kalimantan juga di temukan ikan sejenis. Ikan lopis merupakan jenis ikan sungai yang tergolong dalam suku Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Ikan ini lebih populer dengan nama ikan belida/belido, yang diambil dari nama salah satu sungai di Sumatra Selatan yang menjadi habitatnya. Orang Banjar menyebutnya ikan pipih. Jenis ini dapat ditemui di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaya, meskipun sekarang sudah sulit ditangkap karena rusaknya mutu sungai dan penangkapan. Ikan ini merupakan bahan baku untuk sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai kemplang. Dulu lopis juga dipakai untuk pembuatan pempek namun sekarang diganti dengan tenggiri. Tampilannya yang unik juga membuatnya dipelihara di akuarium sebagai ikan hias.


Pindang Ikan Belido....
Tidak jauh dari tugu ikan belido terdapat dermaga BKB yang menjadi tempat para pengguna speed boat dengan tujuan Sungai Baung. Sungai baung ramai di kunjung sejak di bukanya pabrik kertas OKI Plup Paper, sehingga selama ini angkutan sungai hanya 1-2 kali yang menuju kesana dalam sehari sedangkan untuk saat ini bisa samapai 4-5 kali dalam satu hari.


Dermaga BKB
Ampera yang di bidik dari dermaga BKB
"Ketek" amgkutan di sungai musi yang siap  mengantar wisatawan berkelinging sungai musi atau pun ke pulau kemaro
Setelah dari dermaga BKB kami melanjutkan perjalanan ke  kuto Besak Teater Restoran yang sebelum nya merupakan bangunan eks kantor POL PP kota Palembang. Pada awalnya tempat ini di sebut Schouwburg (gedung teater) dan di depannya adalah gedung balai prajurit yang dahulu di sebut societiet (gedung perkumpulan). kedua gedung ini di bangun pada tahun tahun 1920 hingga tahun 1928 saat periode pemerintahan P.E.E.J.Le Cocq d’Armand ville. Bangunan ini di bangun di atas staadpark ( taman bermain ) yang merupakan tempat hiburan bagi masyarakat sekitar. Sejak didirikan gedung societiet dan schouwburg tidak ada lagi taman bermain untuk masyarakat. pada tahun 1928  societiet menjadi bioskop Luxor  menggantikan kamar bola sebagai hiburan bagi mener dan noni Belanda.

Untuik saat ini Schouwburg saat ini berubah menjadi kuto Besak Teater Restoran yang merupakan tempat kuliner dengan perpaduan antara klasik dan modern, sedangkan societiet di kelolah oleh pihak Kodam II/SWJ yang di jadikan sebagai Balai Prajurit.

Adek di depan gedung KBTR eks Schouwburg

Adek di depan gedung Balai Prajurit eks societiet
Hanya dengan menyeberang jalan kamipun sampai ke bangunan tua yang sudah di bersihkan tadi yaitu gedung Jacobson Van den Berg & Co  yang saat ini menjadi gedung PT. ITC persero cabang Palembang. Gedung tua ini sering di pakai untuk foto praweding oleh pasangan yg akan menikah.

Pendiriaan Untuk NV Jacobson van den Berg & CO di Palembang sendiri masih belum jelas kapan di dirikannya, karena merupakan cabang dari perusahaan dagang Belanda yang berpusat di Batavia. Perusahaan dagang milik Belanda yang beroperasi sejak tahun 1860 dan dinasionalisasikan pada kisaran tahun 1957-1958. perusahaan ini bergerak di bidang asuransi dan perdagangan (Expor Import) termasuk membentuk perusahaan kongsi di Palembang untuk pembelian karet dan kopi. Dengan menenmpati gedung di kawasan sekanak tepat beseberangan dengan Sekanak Jetty (BekangDam II/SWJ), yang kala itu menjadi sarana pendukung dalam distribusi barang-barang yang keluar masuk kota Palembang.

Gedung Jacobson Van Den Berg & Co ( 2019
Gaya adek sudah kecapekan


Gedung yang berlantai 2 ini, juga merupakan saksi perkembangan zaman baik dari zaman Belanda, Zaman Jepang di mana perusahaan ini sempat beku sementara karena "keganasan" penjajahan Jepang, dan Zaman kemerdekaan sendiri apalagi saat di lakukan nasionalisasi pada seluruh perusahaan Belanda di paruh terakhir tahun 1950-an.

Setelah melakukan nasionalisasi perusahaan menjadi BUMN Niaga, yakni PT. Dharma Niaga, PT. Pantja Niaga dan PT. Cipta Niaga. PT. Dharma Niaga dan PT. Cipta Niaga dan pada tahun 2003-an ke 3 perusahaan tersebut melakukan peleburan menjadi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) atau ITC (Indonesia Trade Company), yang dulunya gudang PT Dharma Niaga menjadi salah satu gudang ITC di Palembang, tetapi saat ini yang sekarang pun seluruh gedung sudah tidak terpakai dan di biarkan terlantar lagi.Perusahaan yang pernah besar pada zamannya, sekarang tinggal bangunan tua yang sudah tidak terpakai, apakah sejarah itu akan lenyap seiring dengan perkembangan zaman.

Adek sudah menunjukan muka capeknya, gaya fotonya sudah tidak karuan. kamipun kembali ke arah BKB dan duduk di kursi taman yang tersedia disana..

Sambil duduk di kursi taman BKB sebelum kami pulang

"Capek yah... " Kata adek
"Iya.... Pak anaknya kayaknya kecapekan" Tambah abang ojek online yang ada di lokasi kami foto. "Iya kak" Jawabku sambil nyengir,

sambil mengajak adek istirahat di bangku taman di depan benteng kuto besak. Sebenarnya masih banyak rute yang mau dituju tapi "capek" yg di rasakan oleh adek membuat tujuan tersebut di tunda lain waktu.

Masjid agung SMB II, sepanjang Jl. Merdeka, Jl. Tengkuruk & Jl.Pasar baru, serta kawasan sekanak yang paling terdekat untuk dituju.

"Lain kali kita jalan-jalan lagi ya.. " Kata adek
"Iya..." Jawabku,

Sambil menghabiskan kan es krim coklat yg di beli tadi, adek menatap sungai Musi dengan latar belakang kokohnya benteng kuto besak. 

Menguak Kepingan Budaya Palembang Di Museum SMB II



Palembang Heritage Half Day Tour  -  Tangga lengkungnya ada 2
Kami melangkah membelakangi Monpera menyusuri trotoar yang ada di sisi jalan "benteng", kamipun segera melihat bangunan besar dengan dua tangga melengkung di sisi masuknya inilah  Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II), yang merupakan bekas bangunan rumah residen kolonial Sumatera Selatan abad ke-19. Bangunan ini juga saat ini menjadi kantor dinas pariwisata Palembang. 

Menapaki halaman museum ini kami di sambut dengan beberapa arca yang di pajang di halaman museum yang berpagar besi, dengan tujuan untuk pengamanan arca tersebut karena di takutkan ada tangan-tangan jahil yang melakukan vandalisme ataupun pengerusakan. Dan Sebelum menaiki tangga adek sempat nangkring di atas meriam yang ada di tangga masuk museum

Adek bingun acranya berbentuk apa ????

Arca Ghanesa & Es Krim Coklat

Hati-hati dek nanti meletus...
Memasuki pintu masuk kami di kenakan tiket masuk sebesar 5 ribu Rupiah sedangkan adek tidak perlu membayar ticket, saat memasuki ruangan museum kami di sambut dengan ruangan yang luas dengan lantai kayu tebal yang sudah jarang bisa di dapatkan sekarang ini.

Pada tahun 1823, seiring penghapusan kekuasaan Sultan Najamuddin IV Prabu Anom (1821-1823 M), Belanda mulai melakukan pembangunan di bekas tapak Benteng Kuto Lamo secara bertahap. Rumah yang dibangun ini rencananya diperuntukkan bagi Komisaris Kerajaan Belanda di Palembang. Yaitu, Yohan Isaac van Sevenhoven, seorang advokat fiskal, yang menggantikan posisi Herman Warner Muntinghe.

Muntinghe menjadi Komisaris di Palembang selama November 1821 - Desember 1823. Pada tahun 1824, tahap pertama rumah dikenal sebagai Gedung Siput itu selesai dibangun. Setelah itu, bagian bangunan terus dilakukan penambahan. Berbeda dengan bangunan yang didirikan pada masa Kesultanan Palembang Darussalam yang umumnya memakai bahan kayu, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II memakai bahan bata.

Jangan di duduki kursinya dek......!!!




Senjata dari zaman kesultanan Palembang
Di depan puade pengantin

Banyak cerita sejarah dan budaya di museum ini, dari kursi yang di pakai untuk perundingan dengan pihak Belanda, pakaian adat pernikahan Palembang, tradisi sunatan, kamar pengantin, puade penganten juga tersaji di sini, walaupun ada juga diorama perang menteng, senjata-senjata kesultanan, mata uang, peta serta beberapa barang bersejarah lainnya.

Banyak yang bisa di pelajari dengan kujungan di museum ini terutama anak-anak seperti adek, sangat arif jika saat liburan untuk membawa anak-anak sekali-sekali ke museum untuk memperkenalkan budaya dan sejarah bangsa.


Setelah berfoto di beberapa tempat di dalam Museum SMB II ini membuat adek berkata
"ternyata museum ini bagus juga yah", kujawab dengan senyum saja.




Jejak Kendali Kekuasaan Sang Kolonial

Palembang Hweitage Half Day Tour - Di Depan Kantor Walikota Palembang
Setelah selesai dengan segala warna warni di kampung mural aku dan adek melanjutkan perjalanan kami, motor ,menapaki aspal secara perlahan seakan ingin menggali lebih dalam cerita kota ini yang tersembunyi. Perjalanan kami terhenti di bangunan iconic kota ini yaitu kantor walikota Palembang, bangunan unik yang hanya satu satunya di Indonesia, yang awal mulanya berfungsi sebagai perkantoran/ Gemeente dan menara air.

Bangunan ini berdiri pada tahun 1928 yang dulunya dikenal dengan sebutan Water Torren (Menara Air) atau disebut masyarakat Palembang sebagai Kantor Ledeng.Pada Zaman Jepang pada tahun (1942 - 1945) Balai Kota (Kantor Menara Air) dijadikan Kantor Syuco-kan (Kantor Residen) dan terus dimanfaatkan sebagai balaikota sampai dengan tahun 1956.

Kantor walikota Palembang Eks Water torren (2019)
Pada saat Kemerdekaan RI diproklamasikan, 17 Agustus 1945, Kantor Ledeng menjadi saksi heroisme pemuda di Palembang. Para pejuang yang terdiri atas bekas opsir Gyu Gun, yaitu Hasan Kasim, M. Arief, Dany Effendy, Raden Abdullah (Cek Syeh), Rivai, dan mantan opsir Gyu Gun lainnya, bekerja sama dengan kelompok pemuda yang dipimpin Mailan beserta pembantunya, Abihasan Said dan Bujang Yacob. Mereka mengibarkan bendera kebangsaan di empat sisi atas Kantor Ledeng. 

pada tahun 1928, utang Haminta Palembang sudah menumpuk. Untuk pajak jalan dan jembatan saja, mencapai 3,5 ton emas, Ini belum lagi keterpurukan akibat parahnya sistem administrasi. Setahun kemudian, 1929, setelah pembuatan master plan kota oleh Ir. Th. Karsten, dibangunlah sarana air bersih. Selain bangunan berupa menara saat ini, Bangunan yang dibangun pada tahun 1928 selesai di bangun pada 1931 ini didirikan dengan gaya de stijl, yaitu memiliki bentuk dasar kotak dengan atap datar. dengan menghabiskan biasa +/- 1 ton emas

Pendistribusian air bersih dikenal sebagai sistem gravitasi setinggi 35 meter dan luas bangunan 250 meter persegi. Bak tampungnya berkapasitas 1.200 meter kubik merupakan cara yang efektif pada saat itu untuk pendistribusian air sampai ke daerah klonial talang kerangga, daerah pasar 16 ilir, segaran dan sekitranya.


Tidak jauh dari kantor walikota Palembang kami pun menghentikannya langkah kami di depan kantor badan kepegawaian dan PSDM kota Palembang yang merupakan eks hotel musi ( Pada awalnya hotel ini bernama Hotel Schwartz/Hotel Juling dibangun pada tahun 1903 dengan gaya Indis).

Bangunan yang sampai saat ini tidak lagi berfungsi sebagai penginapan dulunya merupakan hotel yang terbaik di Palembang pada tahun 1930-an. Pada awalnya hotel ini bernama Hotel Schwartz dan dibangun pada tahun 1903 dengan gaya Indis. Secara keseluruhan bangunan terdiri atas dua bangunan, yaitu bangunan utama dan bangunan penunjang. Pada bangunan utama terdapat dua bagian, yaitu ruang aula dan kamar tamu yang terdiri dari 20 kamar. Pada bangunan penunjang terdapat beberapa ruangan yang difungsikan sebagai gudang, dapur dan kamar mandi untuk kamar-kamar kelas ekonomi.

Hotel Musi yang strategis yang berdekatan dengan kantor ledeng dan pusat kota saat ini merupakan hotel yang paling bagus pada masanya. Seiring waktu hotel tersebut mengalami keterpurukan sehingga pada tahun 2000 awal menjadi hotel kelas rendahan, ada loket travel  dan lain lain.

Hotel musi masih menghadapi polemic kepemilikan tanah dan bangunan dimana saat itu hotel musi di bangun oleh lim Kim Sik pada tahun 1903 bekerjasama dengan pemerintah belanda maka hotel itu diberinama dengan Hotel Julling dan kemudian menjadi Hotel Zwart. Pada saat masa penjajahan jepang hotel ini di ambil alih dan di menjadi penginapan Kompeitai barulah pada tahun 1946 pemerintah Indonesia dapat mengambil alih dan di beri nama Hotel Musi.


Tepat di seberangnya yg saat ini menjadi kantor Polisi Meliter di Jl.Merdeka Palembang dulunya merupakan kantor pengendali karet di palembang pada zaman Belanda.

Rubber Restrict Kanttor (kantor restriksi karet) yang dibangun pada tahun 1930-an memiliki peranan penting dalam menentukan kebijakan menghadapi krisis ekonomi dunia (malaise) 1920/1930. Berdasarkan sejarahnya dari dulu Palembang sangat di kenal dengan komoditi kopi dan Karet yang di kuasai oleh tiga kelompok besar yaitu kelompok Firma, Kelompok 3 eksportir & kelompok eksportir kolonial. 

Apalagi saat terjadi rubber boom sekitar tahun 1912 dan 1915, orang-orang di Keresidenan Palembang (masuk seluruh daerah di Sumsel) demikian mudahnya membeli mobil. Peningkatan kemakmuran makin menjadi setelah tahun 1920. Dalam tahun 1920, mobil pribadi belum sampai 300 buah. Tetapi, pada tahun 1927, jumlahnya meningkat sampai 3.475 buah. Mobil ini terdiri atas berbagai mereka, antara lain Ford, Albion, Rugby, Chevrolet, dan Whitesteam (Djohan Hanafiah: Dicari, Walikota yang Memenuhi Syarat: 2005).

Betapa makmurnya para toke para dan pebisnis masa itu tampaknya menjadi "wajah" Pasar 16 Ilir. Berita di Pertja Selatan, 17 Juli 1926, tertulis bahwa di kawasan Sungai Rendang, telah berdiri show room mobil Ford. Bahkan, penjual mobil pun telah memakai surat kabar sebagai sarana promosi dalam bentuk iklan. Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu zaman kemerdekaan, geliat perekonomian makin tampak di kawasan ini. Antara lain, menurut kesaksian lisan beberapa orang yang hidup pada masa itu, keberadaan beberapa bank di Jl Tengkuruk. Yaitu, Nederland Indische Bank, Bank Esconto, Chinese Bank, Bank Ekonomi, dan Bank Indonesia.

Monpera , Monumen Di Tengah Kota Yang Berisi Sejarah Bangsa


Setelah puas menghabiskan waktu di seputaran Jalan Merdeka kamipun beranjak untuk menuju ke tempat berikutnya, yang sebenarnya masih belum terpikir rutenya mau ke mana. tetapi monpera kayaknya lebih dekat untuk kami tuju.

Monpera (Monumen Amanat Penderitaan Rakyat, yg dulunya merupakan kawasan terjadinya Perang 5 hari 5 malam Palembang tahun 1947, setelah memarkirkan motor di depan RS. AK. Gani yang tepat bersebrangan dengan Monpera. Kamipun tidak langsung masuk melainkan berkeliling di pelataran monumen ini terlebih dahulu.

Adek yang sangat tertarik dengan alat-alat berat, segera berlari untuk melihat meriam dan tank yang terpajang di pelataran luar.


Dari halaman monpera yang terpajang tulisan Monpera berwarna putih di hiasi dengan prasasti gading gajah di belakang tulisan tersebut, di sebelah kiri terdapat tank Stuart yang merupakan produksi Amerika yang dibuat berkisar tahun 1941-1945. dan di hiasi juga oleh meriam 25 PDR buatan Inggis tahun 1941.

Dulu tank ini menghiasi taman di bundaran pasar cinde termasuk meriam 25 PDR nya tetapi sejak tahun 2011, taman di bundaran pasar cinde tersebut berubah menjadi taman enterpreneur, sedangkan untuk tank dan meriam ini menjadi penghias pelataran monpera

Beruntung si "Stuart" ada di atas kalau tidak sudah jadi kuda-kudaan
Memperhatikan sang 25 PDR


Bentuk Monpera menyerupai bunga melati bermahkota lima. Melati menyimbolkan kesucian hati para pejuang, sedangkan lima sisi manggambarkan lima wilayah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Sumatera Selatan. Sedangkan jalur menuju ke bangunan utama Monpera berjumlah 9, yaitu 3 di sisi kiri, 3 di sisi kanan, dan 3 di sisi bagian belakang. Angka 9 tersebut mengandung makna kebersamaan masyarakat Palembang yang dikenal dengan istilah “Batang Hari Sembilan”. Sementara tinggi bangunan Monpera mencapai 17 meter, memiliki 8 lantai, dan 45 bidang/jalur. Angka-angka tersebut mewakili tanggal proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.


Saat melewati gerbang utama adek berpose seolah-olah sedang mengangkat gading gajah terebut yang terbuat dari coran semen dan pasir. Gading tersebut melambangkan perjuangan rakyat Sumatera Selatan bak gajah mati meninggalkan gading. Pada gading gajah tertulis prasasti dan angka tahun diresmikannya Monpera.

Simetris dengan prasasti gading gajah, terdapat dada membusung garuda pancasila yang ada pada dinding bangunan utama Monpera. Sementara pada bagian yang lain terdapat dua relief, relief pertama menggambarkan kondisi masyarakat saat pra kemerdekaan, sedangkan relief yang lain menggambarkan peristiwa perang 5 hari 5 malam.


Kamipun melangkah masuk dengan harga ticket 5 ribu perorang sedangkan untuk adek tidak di kenakan ticket, maka kamipun segera menjelajahi setiap ruangan, banyak koleksi sejarah yang kami temukan disini terutama berkaitan dengan perlawanan masyatakat Sumatera Selatan saat mengahadai agresi meliter Belanda ke II, dari foto, dokumen, jenis senjata, pakaian pejuang, serta mata uang yang pernah beredar di Sumatera Selatan.

Adak sangat menikmati lantai demi lantai, dengan khusuk terkadang membaca keterangan foto, atau terkadang memperhatikan diorama perjuanga, dan sekali-sekali bertanya saat adek tidak mengerti. Beberapa kali adek minta di foto dengan patung dada pahlawan dari Sumatera Selatan

Berpose bersama patung dada Dr. AK. Gani, Bambang Utoyo & H. Abdul Rozak
Setelah berkeliling dari lantai-kelantai akhirnya kamipun sampai ke lantai ke paling atas, aku pun naik terlebih dahulu kemudian di susul oleh adek, suasana di puncar monpera lagi ramai, banyak pengunjung yang sedang mengabadikan diri mereka di dalam bidikan hp.

Awal mulanya adek ikut menaiki tangga yang terbuat dari kayu tersebut, tetapi setelah sampai di atas muka ketakutan adekpun keluar mungkin melihat bentuk atap yang miring sehingga membuat adek hanya terduduk di puncak monpera, dengan setengah merengek adekpun segera turun dan menunggu di bawah tangga kayu tersebut.

Para pengunjung yang menikmati suasana dari atas Monpera
Muka adek yang ketakutan dan tidak berani berdiri di puncak ampera




'Adek.. tunggu di bawah saja yah.."

Melihat adek yang hanya menunggu di bawah akupun menyudahi untuk menikmati puncak Monpera, sekaligus melanjutkan perjalanan kami ke tujuan yang sudah menanti.

Bangunan Terlantar Yang Menjadi Kampung Mural

Palembang Heritage Half Day Tour - Adek bergaya di salah satu lukisan kampung mural
Sendirian di rumah, karena kakak sudah siap-siap karena diajak oleh teman nya untuk berenang maka membuat adek bete. 
"Yah, Anter kakak sekarang saja, sudah di tunggu sama kawan kakak..... "Kata kakak minta antar ke rumah temanya di kawasan benteng kuto besak. 
" Yok... Adek ikut nggak? Tanyaku kepada adek
Dengan muka bete... "Ikut ya"

Dengan perlahan motorpun ku pacu, karena jarak rumah temannya kakak juga tidak terlalu jauh. Sehingga 5 menit berlalu sampailah kami ke tempat temenya kakak. 
"Yah.... Kita jalan-jalan saja" Kata adek
"Jalan kemana?" Tanyaku
"Terserah ayah" Kata adek


Terpikir di kepala kalau ku ajak saja adek keliling seputaran BKB yg di penuhi oleh Cagar budaya. Kulihat jam tangan sudah menunjukan pukul 9 pagi, aku berfikir kemana mulai nya, saat melintas di gedung Jacob van den Berg sedang di lakukan pembersihan, maka ku arahkan motor ini ke arah kampung mural gudang buncit.

Gudang buncit yang sekarang menjadi kampung mural yang penuh dengan lukisan-lukisan biasa & juga yg 3D, dulunya lokasi ini merupakan komplek pergudangan milik etnis cina yaitu Ong Boen Tjit, yg akhirnya lebih di kenal dengan gudang buncit. Informasi dari masyarakat sekitar kalau dulunya di kawasan ini pernah berdiri pabrik karet yang cukup besar,  tetapi kebakaran yang menghabiskan dari pabrik tersebut, sehngga di ganti menjadi kawasan pergudangan.

Lokasi ini pernah juga di jadikan sebagai pergudangan beras, tetapi itupun tidak bertahan lama karena tingkat keamanan yang sangat kurang saat itu dan pengaruh dari krisis ekonomi yang buruk, akhirnya setelah gudang itadak terpakai dan menjadi terlantar, banyak besi-besi, seng dan barang lainnya yang di ambil satu persatu oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Lama terlantar lokasi gudang tersebut di penuhi rumput, ular dan biawak  maka pada awal 2018 pemerintah kota Palembang berinisiatif membenahi kawasan ini menjadi kawasan wisata, dengan menggandeng Dulux sebagai produsen cat yang mewarnai kampung tersebut.


Banyak Spot yang menarik dan dapat menjadi pengisi laman medsos, sehingga  tidak heran saat sore hari banyak pengunjung yang sekedar duduk-duduk, ber selfie ria, ataupun memancing di sungai musi.

Support dari pemilik lahan yaitu Pak Taslim yang merelakan lahannya untuk dijadikan tempat wisata dan juga kepada Pak Iwan Harda yang memelopori dibukanya lokasi ini, menjadikan lokasi selama ini di anggap liar tersebut menjadi berbalik 180 drajat.


Menurut penilaian saya bahwa lokasi gudang boencit ini harus lebih banyak berbenah lagi, fasilitas penunjang wisata seperti toilet, bangku taman atau lampu-lampu yang bisa menerangi saat malam hari, karena beberapa kali saat kunjungan malam kesini, saat berdiri di dekat tulisan tepian sungai musi akan nampak indah, kilatan air yang terkena cahaya, temaram cahaya dari jembatan Ampera, siluet sang musi VI yang membekas. Tetapi akan berbanding terbalik saat melihat gudang boencit yang masih gelap gulita.

Lokasi Gudang Boencit

Untuk menuju ke tempat belum ada angkutan umum yang melintasi  lokasi ini, yang paling dekat dari kawasan Benteng Kuto Besak berjalan ke arah sekanak sekitar 300 meter atau bisa menggunakan becak ataupun angkutan online.
Trotoar Warna-Warni
Awas hati-hati dek.... kuku bucketnya tajam