Sunday 26 October 2014

Dermaga 7 Ulu, Kampung Kapitan & Monpera, Jalan-Jalan Sejarah

Di dermaga 7 ulu Palembang
Minggu pagi ini buda ada pelatihan satu hari penuh, sehingga ayuk, kakak dan adek tidak bisa ikut bersama bunda, setelah kami mengantar bunda di kawasan A. Rivai , akupun mengajak anak-anak berkeliling sekedar untuk menghilangkan kejenuhan mereka.

Tujuan pertama kami adalah demaga 7 ulu yang terletak tepat di seberang BKB, dengan latar belakang jembatan Ampera tampak kesibukan bongkar muat barang di atas jukung, ada juga beberapa perahu kecil yang sedang menunggu penumpang ataupun orang seperti saya yang hanya memperhatikan kegiatan tersebut.

Adek yang belum genap 2 tahun tampak senang, terkadang kepala nya di masukan ke terali pagar, kemudian di keluarkan, di masukan lagi dan di keluarkan , yang kutakutkan adalah nanti kepalanya terantuk besi pagar dermaga ini, dan kejadian kepalanya sempat terantuk besi pagar dermaga ini, untung ayuk bisa membujuk nya agar tidak menangis.



Setelah dari kawasan dermaga 7 ulu ini kamipun melanjutkan perjalanan ke arah kampung kapitan, nama kapitan sendiri identik dengan sebuah perkampungan seluas lebih kurang 20 ha di kawasan Kelurahan 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang. Nama ini menjadi semacam penanda bagi keberadaan komunitas marga Tionghoa yang berdiam di kampung itu.

Saat memasuki kawasan utama kampung ini, orang melewati semacam gerbang yang sesungguhnya merupakan penghubung antara Rumah Kapitan dan Rumah Abu, yang merupakan simbol kampung ini. Sebutan Rumah Abu ini, setelah berakhirnya masa Kapitan Cina terakhir, Kapitan Tjoa Ham Hin. Dia menggantikan kedudukan ayahnya, Mayor Tjoa Tjie Kuan. Rumah Kapitan berukuran asli 22 X 25 meter. Keturunan Kapitan, yang menjadi ahli waris rumah itu, membuat bangunan tambahan di bagian belakang sehingga ukuran panjangnya menjadi 50 meter. Di ruang utama, terdapat meja sembahyang, yang ditempatkan beberapa pedupaan (tempat hio), dan patung para Toa Pe Kong. Salah satunya, Toa Pe Kong Sie, yang merupakan leluhur keluarga Tjoa.

Halaman yang sudah di rombak menjadi bagus, sangat berbeda dengan saat saya pernah liputan di sini pada tahun 2008, di halaman nya terdapat taman yang di hiasi dengan kramik berwarna-warni dan lampu-lampu taman yang indah, serta ada satu bangunan seperti miniatur pagoda yang terletak di  halaman ini.

Kakak dan adek pun senang bermain sambil berlari-lari di halaman kawasan kampung kapitan ini, sedangkan ayuk lebih banyak duduk sambil sekali-sekali minta di foto, ada juga alur batu untuk refleksi kaki yang di coba oleh adek.

Dengan background Rumah di Kampung Kapitan 7 Ulu Palembang

Setelah cukup lama bermain di kawasan kampung kapitan 7 ulu kamipun melanjutkan kembali ke tujuan lainnya yaitu ke Monpera, sebenarnya kami bisa menyebrang menggunakan ketek melalui dermaga kampung kapitan menuju BKB tetapi kendaraan yang kami bawa harus di tinggal di 7 ulu, akhirnya setelah semuanya masuk ke kendaraan dan berdamai dengan macetnya pasar 7 ulu kamipun meluncur ke Monpera.

Pelataran Monpera
Meriam yang terpajang di kanan dan kiri pelataran Monpera ini, merupakan daya tarik tersendiri bagi adek, sehingga kakak pun harus berlari menyusul adek karena takut jatuh, adek yang menunjukan gambar di bajunya sama seperti tank yang ada di halaman Monpera, membuat adek bangga. Kami berempat hanya duduk di pelataran Monpera di bawah garuda gagah yang hitam pekat, ayuk pun enggan untuk masuk ke dalam Monpera ini, mataharipun semakin memanas saat kami memandang tower masjid agung SMB II dan lalu lalang pengunjung Monpera yang mulai sepi.