Saturday, 17 August 2019

Benteng Verdeburg, Edukasi Berbalut Sejarah


Ayuk di depan Benteng Vredeburg
"Kakak, ikut bunda belanja" kata kakak

Karena kami mememang berbagi tugas, bunda masih ada barang yang mau di beli dan yang lainnya ikut ayah, mau di ajak ke titik 0... lagi ramai.. orang lagi banyak menonton upacara penaikan bendera, jadi kemana ya... ???. 

"Ayuk & adek ikut ayah" kataku , karena kelihatannya ayuk dan adek juga nggak minat ikut belanja bersama bunda.

Di depan pasar bringharjo kami berpisah kakak dan bunda langsung memasuki pasar, kami bertigapun menuju titik 0, sesampai di pertengahan jalan terlihat penjual gulali yang berbentuk unik, ada kuda bunga, dot, dan lain sebagainya dengan harga 5 ribu perbuah, jadi teringat makanan saat kecil dahulu.

Adek azam & penjual gulali
"Adek mau.." Tanyaku
"mau yah...." Kata adek
"Ambil lah tiga, satu orang satu" kataku sambil menyerahkan uang ke penjual gulali tersebut
"Satunya untuk siapa yah ?"tanya adek yang memegang dua buah gulali
"Untuk kakak... simpan saja dahulu" jawabku


Sambil berjalan akhirnya aku melihat benteng vredeburg sudah buka, pengunjung mulai ramai di sana di antar mobil-mobil peserta upacara yang parkir di plataran benteng.
"Kita masuk ke benteng yok" kata ku

Memasuki Benteng Vredeburg ini hanya di kenakan ticket 3 ribu untuk orang dewasa dan 2 ribu untuk anak-anak, benteng yang masih terawat dan bersih ini banyak menampilkan diorama seputar perjuangan kemerdekaan, patung-patung karakter dari pejuang dan kolonial, banyak spot foto yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para anak muda.

Banyak diorama yang menarik perhatian adek dimana penjelasan diorama tersebut di baca satu persatu sambil bertanya apa yang tidak dia mengerti, termasuk tentang kraton Yogyakarta yang kami kunjungi kemarin juga ada di museum ini.

Mataharipun semakin meninggi Kamipun menyudahi kunjungan  di sini karen bunda sudah selesai belanjanya.

Benteng Vredeburg tahun 1901 Foto : fahmisme.wordpress.com
Benteng pertama kali dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atas permintaan Belanda yang pada masa itu Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa dipimpin oleh Nicolaas Harting. Adapun maksud bangunan benteng dibangun dengan dalih untuk menjaga keamanan keraton dan sekitarnya, akan tetapi dibalik itu maksud Belanda yang sesungguhnya adalah memudahkan dan mengontrol segala perkembangan yang terjadi didalam keraton. Benteng pertama kali dibangun keadaannya masih sangat sederhana, temboknya hanya dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren, dan bangunan didalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap hanya ilalang, dibangun dengan bentuk bujur sangkar, yang di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. 

Oleh Sultan keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisesa (sudut barat laut), Jaya Purusa (sudut timur laut), Jaya Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna (sudut tenggara). Kemudian pada masa selanjutnya, Gubernur Belanda yang dipimpin oleh W.H. van Ossenberg mengusulkan agar benteng dibangun lebih permanen agar lebih menjamin keamanan. Kemudian tahun 1767, pembangunan benteng mulai dilaksanakan dibawah pengawasan seorang ahli ilmu bangunan dari Belanda yang bernama Ir. Frans Haak dan pembangunan baru selesai tahun 1787, hal ini dikarenakan Sultan HB I sedang disibukkan dengan pembangunan keraton. 

Setelah pembangunan benteng selesai kemudian diberi nama 'Rustenberg' yang berarti benteng peristirahatan. Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga mengakibatkan rusaknya sebagian bangunan benteng. Setelah diadakan perbaikan, nama benteng diubah menjadi 'Vredeburg' (benteng perdamaian). Hal ini sebagai manifestasi hubungan antara Belanda dan keraton yang tidak saling menyerang.

Adek azam berpose di depan meriam

No comments:

Post a Comment