Monday, 19 August 2019

Masjid Agung Jawa Tengah & Kemegahannya


"Maaf, pak lagi di mana?'Telpon ku ke pak Ratno
"Iya mas, ini baru selesai.."jawabnya

 Kulihat  pak Ratno segera keluar dari warung makan yang ada di depan kelenteng.

"Maaf mas, .." Sambil membuka pintu mobil
"Habis makan ya pak ?"tanyaku
"Iya mas, sebab tadi nggak sempat sarapan pagi" Jawab pak Ratno
"Nggak apa pak..... kita ke masjid agung Jawa Tengah saja" kata ku

Kendaraan pun melaju menuju ke masjid agung Jawa Tengah, sekitar 20 menit berlalu sampailah kami ke pelataran parkir di masjid Agung Jawa Tengah yang terkenal dengan payung seperti di masjid Madinah.


Kamipun langsung ke pelataran masjid yang di hiasi ornamen lengkung berwarna ungu dan payung-payung elektrik yang bisa membuka dan menutup sendiri, tapi saat menuju batas suci alas kaki pun kami buka, tetapi ampun...., panas lantai keramik terkena sinar matahari meresap sampai ke dalam kaki, bisa melepuh kalau berlama-lama di sini.

Para pengunjung pun banyak yang berlari sambil berjinjit mengindari panas, ataupun melalui dari sisi samping masjid yang panasnya terhalang tembok pembatas, inilah kesan kami yang pertama kali ke masjid ini.


"Inilah yah.... panas dunia yang terasa hanya di telapak kaki tetapi sudah pada blingsatan"Kata bunda
"Siksa neraka yang paling ringan adalah batu kerikil dari neraka yang di injak di telapak kaki yang mengakibatkan otaknya mendidih" kata bunda lagi.

Benar juga kata bunda ini, melihat pengunjung yang lari-larian ini seperti menggambarkan ketakutan mahluk nanti saat di padang mahsyar.

Saat di dalam masjid suasana sejuk terasa  seluruh karpet yang di selimuti warna hijau, termasuk langit yang di padu warna coklat pada tiang dan mimbarnya.


Kami menunaikan sholat zuhur di sini dan beristirahat sejenak sebelum kembali ke Yogyakarta via terminal sukun, terdapat juga mushaf Al-Quran Besar di sini yang di tulis tangan oleh Drs. Hayat dari Universitas Sain Alquran Wonosobo Jawa Tengah dengan ukuran 145 X 95 cm.

Damai dan tenang di sini jauh dari kebisingan, sebagian jemaah ada yang teridur di karpet masjid, sebagian lagi ada yang membaca Al-Quran.

Dan akhirnya waktupun terus bergerak kamipun harus meninggalkan masjid ini dengan segala kemgahannya untuk kembali ke Yogyakarta.


Keberadaan bangunan masjid ini tak lepas dari Masjid Besar Kauman Semarang. Pembangunan MAJT berawal dari kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah sekian lama tak tentu rimbanya. Raibnya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Kauman seluas 119.127 ha yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM tanah itu di tukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT. Sambirejo. Kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo.

Hasil perjuangan banyak pihak untuk mengembalikan banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang itu ahirnya berbuah manis setelah melalui perjuangan panjang. MAJT sendiri dibangun di atas salah satu petak tanah banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang yang telah kembali tersebut.

Pada tanggal 6 Juni 2001, Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah untuk menangani masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan: status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan tapak dan program ruang.

Kemudian pembangunan masjid tersebut dimulai pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama RI, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto. Pemasangan tiang pancang pertama tersebut juga dihadiri oleh tujuh duta besar dari negara-negara sahabat, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Mesir, Palestina, dan Abu Dhabi. Dengan demikian mata dan perhatian dunia internasional pun mendukung dibangunnya Masjid Agung Jawa Tengah tersebut.

MAJT diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas areal tanah 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk salat 7.669 meter persegi secara keseluruhan pembangunan Masjid ini menelan biaya sebesar Rp 198.692.340.000.-.

Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 November 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah Salat Jumat untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, (Kakanwil Depag Jawa Tengah)".


No comments:

Post a Comment