Sunday 20 September 2020

Tersesat, Lama Menunggu & Terjebak Macet

Unik & Keren Idenya ... Yang Awalnya ku kira apa...???

Kendaraan kamipun meluncur menyusuri jalan untuk mencari jalan keluar menuju jalan luar kota Jambi, dengan menggunakan google map beberapa kali kami di buat salah arah sehingga kamipun banyak bertanya dengan orang-orang di pinggir jalan.

Cukup lama juga kami mencari arah ke luar kota, yang menurut petunjuk dari orang yang kami tanyai harus melalui Pal 10 atau KM 10, tapi di mana itu jalannya kamipun tidak tau karena tidak tertera di dalam google map, setelah hampir 2 jam kami menyusuri jalan akhirnya kamipun bisa menemukan jalan KM 10 yang ternyata cukup panjang juga.

Kulirik jam tangan ku saat waktu sudah menunjukan pukul 14:30, wajar kalau perut sudah minta di isi ulang, dan kami belum melakukan sholat zuhur, akhirnya kami berhenti di salah satu rumah makan yang terletak di kawasan kota Jambi tetapi sudah berbatasan dengan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Ternyata Toilet ........wkwkwk

Kamipun memasuki salah satu tempat kuliner tepat di pinggir jalan lintas sumatera ini, awalnya terkesan dengan ide kreatif yang di lakukan oleh pengelolah atas toilet mereka yang banyak di tempel banner yang berisi teka-teki humor yang menggelitik hati, di setiap pintu di tempel banner dengan materi humor yang berbeda-beda, shingga kalau di baca satu persatu lumayan banyak dan membuat tersenyum.

Setelah selesai dengan ursan kebelakang dan sholat kami pun mulai bergerak ke depan untuk melakukan pemesanan makanan, tapi di sini sempat membuatku kesal karena lama sekali waktu penyajian makanan yang akhirnya kami hanya bisa bengong dan menguatak- atik andoid kami masing-masing.

Dengan waktu penyajian yang lama seperti ini kami hanya bisa menunggu dan menggerutu, mereka justur menyajikan makanan-makanan kecil dan softdrink dalam kemasan, tetapi kami tidak tertarik sama sekali, beberapa kali bertanya dengan wittres nya jawabannya hanya "maaf, tunggu sebentar pak.. masih di buatkan".

Lama .... sekali ........

Akhirnya makanan pesanan kamipun tiba, rasa sebah di perut pun ikut menyertai saat makanan itu memasuki lambung kami, kami makan pun dengan cepat, lapar yang sudah mendera ini mengalahkan logika sesaat, akhirnya kamipun menyudahi makan kami dan segera berlalu dari rumah makan tersebut agar tidak terlalu kemalaman saat tiba di kota Palembang.

Sepanjang jalan ini kami di temani oleh suara tausiyah salah satu ustaz kondang asli Palembang yang sudah almarhum, entah sudah beberapa kali kami medengarkan tausiya beliau yang bisa membuat kami tertawa dan merenung.

Ahirnya hari sudah menjelang sore kamipun mampir ke salah satu rumah makan yang menjual sate rusa, berbeda dengan saat pergi kami tidak makan di tempat tetapi hanya di bungku saja karena target kami biar bisa melakukan sholat magrib di daerah Betung saja.


Kendaraan kamipun  meluncur deras menuju daerah Betung, saat ku perhatikan adiku membawa mobil, terucap dalam hatiku "ternyata caranya bawa mobil di luar kota lebih baik dari ku". Tapi memang tidak mengherankan karena beliau bekerja di salah satu perusahaan kontraktor di kota ini yang sering sekali di tugaskan di luar kota. Sedangkan aku sendiri lebih banyak manjanya, lebih banyak menggunakan sopir atau kendaraan umum saat perjalanan jauh, wajar kalau skill mengemudi adik ku ini jauh di atas ku.

Saat azan magrib berkumandang kamioun tiba di Masjid al-Muhajirin Betung yang merupakan masjid terbesar yang ada di daerah ini, di sini sangat nyaman untuk beristirahan dan keamanan parkir sangat terjaga,

Kamipun melakukan sholat magrib, sekalian melepas penat dan juga memakan sate rusa yang sudah kami beli tadi, duduk di warung yang terletak di halaman masjid kamipun membuka bungkusan sate tadi, kopi dan teh hangat ikut menyertai santap malam kali ini tidak lupa seekor kucing kampung milik yang punya warung ikut bergabung untuk menikmati satu rusa tersebut.

Kemacetan yang masih sering menghiasi jalur ini....

"Kayaknya jalan di depan macet kak" saat kutunjukan google maps yang berwarna merah 
"Iya...ya" jawab kakaku singkat.
"Bagaimana mau berangkat sekarang atau menunggu ?" Tanya ku ke adik ku yang baru kembali dari toilet.
"tersera" jawabnya juga
"Di depan ada perbaikan jalan.... jadi kalau malam seperti ini jalannya gantian" terang pemilik warung setelah mendengan percakapan kami.

Setelah berberes dan membayar minuman kepada pemilik warung kamipun melanjutkan perjalanan, ternyata benar kata pemilik warung bahwa perbaikan jalan antara perbatasan Betung dan Sumbawa  lumayan macet juga, adik ku yang lumayan capek menyetir dan tidak mau di ganti dari pergi dan pulang ini pun sempat tertidur sebentar di dalam antrian kemacetan ini.

Kendala di jalur ini kemacetan menjadi pemandangan yang tidak asing lagi, baik itu perbaikan jalan, jalan rusak ataupun saat ada kendaraan berbadan besar terbalik , di karenakan sempitnya jalan dan tidak adanya jalan alternatif yang bisa di lalui.

Sampai akhirnya 1,5 jam kami menunggu hingga mobil yang kami kendaraai bisa terbebas dari belenggu macet yang berjarak 2 KM, pukul 22:00 kami tiba di rumah kulihat muka letih adik ku, karena dia sendiri harus kembali ke rumahnya di kawasan Plaju yang paling tidak memakan waktu 1 jam lagi.
"Hati hari dek" sapaku
"Iya Kak"di jawab dengan suara seraknya.

Muaro Jambi dan Segenggam Silahturahim

Di Depan KUA Kecamatan Telanaipura

Hari ini hari yang mendebarkan bagi sepupu kami karena beliau akan melangsungkan pernikahaannya di KUA kecamatan Telanai Pura, Jambi, tetapi karena ketatnya protokol kesehatan yang di terapkan di sini sehingga hanya di persyaratkan berberapa orang saja yang bisa menyaksikan secara langsung acara sakral tersebut.

Aku dan saudara kupun hanya bisa menunggu di luar saja, keluarga paman yang memasuki ruangan pernikahaan di KUA dan keluarga dari mempelai perempuan juga tidak terlalu banyak,  itupun kami mendapatkan informasi bahwa di tempat acara hanya bisa di hadiri kurang lebih oleh 50 orang saja dan itupun di jaga oleh pihak kepolisan, TNI dan Polisi Pamong Praja dan berbatas waktu.

Aku juga sedikit bingung walau masa pandemi seperti ini di kota Palembang sendiri masih ada juga yang mengadakan acara tetapi tetap di atur kehadiran tamu dan undangan tanpa meninggalkan protokol kesehatan yang harus di terapkan, di sini seperti nya strike abis untuk acara pernikahan yang seperti ini .


"Gimana om, setelah selesai acara ini ?" tanya kakaku kepada ku setelah mendapat informasi mengenai jalannya acara yang akan di langsungkan di rumah mempelai perempuan.
"Mau bagaimana lagi kak, paling tidak kita anter sampai ke rumah mempelai permpuan kemudaian baru cabut ?" jawabku yang di susul dengan anggukan adikku.

Akhirnya kamipun melanjutkan renana kami seperti awal, setelah acara pernihakan selesai di lakukan di KUA Telanaipura dan iringan kendaraan pun bergerak ke rumah mempelai permpuan kamipun mohon izin ke para paman dan keluarga untuk menuju ke rumah sepupu di kawasan muaro jambi.

Selamat Menempuh Hidup Baru IOm Ican & Istri

Waktu Tempuh dari kota Jambi ke kawasan Muaro Jambi ini kurang lebih 1,5 jam itupun banyak kemacetan akibat pasar tumpah di pinggir jalan terutama di hari minggu seperti ini, yang paling terkenal dari kawasanan ini adalah candi Muaro Jambi yang pernah kami datangi pada tahun 2012 lalu ( Baca : Candi Muaro Jambi, Jejak peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. ), tetapi kali ini tujuan kami kali ini tidak untuk mengunjungi lagi kawasan candi tersebut walupun adik semapat bertanya apakan kita akan ke sana saat aku bercerita mengenai candi tersebut.

Kendaraan yang kami tumpangi terus menggulung hitamnya aspal, memasuki simpang muaro jambi kami pun mulai menyusuri tempat sepupuku ini, berbekal google maps yang sudah di berikan oleh anaknya, kalau di ingat sudah lama juga kami tidak bertemu, mungkin terakhir kali saat meninggalnya orang tua beliau yang merupakan ayuk dari ayah kami, itupun sudah bebeberapa puluh tahun yang lalu.

Beliau sudah menetap di kawasan Muaro Jambi ini sejak hijrah dari dusun tidak lama setelah mereka menikah, dan barusan ini juga ayuk sepupu ini tertimpa musibah dengan meninggalnya suami tercinta beliau sehingga saat ini beliau tinggal bersama anak-anak nya.

Berapa kali kami salah memasuki jalan karena point google maps yang tidak terlalu akurat, setelah beberapa kali telpon akhirnya kamipun bisa menyusuri jalan kecil yang masih rimbun dan banyak di tumbuhi oleh pohon-pohon hutan, suasana yang bisa di bilang suasana pedesaan yang asri, itupun sebelum sampai kerumahnya kamipun masih harus menunggu sebentar sehingga anak tertua beliau yang menjemput kami di dengan motor kami.
Kami dan keluarga sepupuku di Muaro Jambi
 
Motorpun menjadi pemandu kami dan kami jalan agak memutar karena kebetulan pada hari itu sedang di laksanakan gotong royong perbaikan jalan, dan taklama akhirnya kami sampai di rumah sepupu ini. Rumah dengan suasana yang cukup asri karena masih banyak tanaman dan udara yang masih segar membuat kami menikmati suasana ini, hanya ada beberapa rumah di kawasan ini membuat cukup lengang dan sepi tampak seorang bapak sedang melakukan perbaikan sumurnya, sedang yang lainnya sedang memperbaiki body mobilnya.

Pertemuan ini sudah lama kami rencanakan juga termasuk pesan dari ayah dan ibu agar kalau mempir ke Jambi sempatkan untuk ke tempat sepupu ini, kami banyak bercerita tentang segalanya karena sudah lama tak bersua, keluarga, anak perkerjaan, sekolah dan lainnya, ternyata anak beliau yang pertama ini sudah besar dan sudah bekerja dan sangat mirip dengan bapaknya.

Hampir setengah hari kami bercengkerama di sini untuk menabur silaturahim, segarnya kupasan buah nanas yang di sediakan juga sudah kami habiskan dari tadi, akhirnya kami pun pamit untuk bisa meluncur ke kota Palembang. Semoga segenggam silaturahim ini bisa terus berkesan.

Saturday 19 September 2020

Masjid Tak Berdinding Itu Di Sebut Masjid Seribu Tiang

Tiang tiang yang menghiasi masjid seribu tiang, Jambi

Azan sudah berkumandang dari majid di kota ini , kamipun bergegas meninggalkan keelokan gentala arasy tujuan kami berikutnya adalah ke masjid Agung Al-Falah atau yang lebih di kenal dengan masjid seribu tiang, kamipun harus memutar balik kembali kendaraan, walau adiku sempat tinggal di kota Jambi karena pekerjaan tetapi karena sudah cukup lama ternyata banyak rute jalan yang sudah terlupa.

Dengan berbekal GPS di android maka kamipun berhasil memasuki kawasan masjid ini, masjid yang di klaim sebagai masjid terbesar di kota ini ternyata minim penerangan lampu terutama di area parkiran, sehingga kita agak sedikit gelap-gelapan.

Kamipun segera menuju ke tempat wudhu yang cukup luas, karena kami sudah tidak bisa ikut berjamaan lagi karena saat tiba sholat jemaah nya sudah selesai tetapi untuk masih ada orang lain yang mengadakan sholat berjamaan sehingga bisa mengikut di sana.

Jika tidak ada bahu untuk bersandar masih ada tiang untuk bersandar .... di sini banyak


Setelah berdoa dan berwirid  kamipun melepas penat sebentar di dalam masjid ini sambil menunggu waktu sholat Isya yang memang tidak akan lama lagi datang. Rasa penasaran yang terselip di hati mengenai jumlah tiang masjid ini menggerakan jari tangan ku untuk menghitung berapa banyak sebenarnya tiang di dalam masjid ini.

Kakak dan adik ku hanya tersenyum melihat kerjaan ku, ternyata setelah ku hitung jumlah tiangnya tidak sampai 300 buah atau tepatnya hanya 288 buah saja, tetapi justru masjid yang minim dinding ini menjadikan tempat yang lumayan adem untuk istriahat sambil bersandar di tiang......hahaha.

Denagn tiang di bagian luar berwarna putih sedangkan di tiang bagian dalam di lapisi dengan tembaga yang membuat tampak lebih artistik dan megah, azan isya tak lama pun berkumandang dan kamipun melebur menjadi bagian jemaah sholat berjamah di masjid ini. Masjid tak berdinding dengan banyak tiang membuat suasana menjadi nyaman tanpa perlu ada pendingin udara.

Ruangan dekat mimbar masjid

Gentala Arasy. Jembatan Wisata Kebanggaan Masyarakat Jambi

Bagian tengah jembatan Gentala Arasy

 Sudah lama ku rasa aku tidak menginjakan kaki ke kota ini lagi, terakhir di tahun 2012 saat bersama keluarga besar untuk menghadiri salah satu penikahan sepupu istri ( Baca : Pertama Kali Menjejakan Kaki Ke Kota Jambi), tapi kali ini kami berangkat untuk menghadiri pernikahaan sepupuku yang berasal dari kota hujan Bogor yang mendapatkan jodohnya di kota angso duo ini, walau di tengah pandemi kamipun tetap berangkat membelah aspal menuju ke kota tetangga ini.

Pagi hari kami sudah bersiap untuk berangkat dengan menggunakan mobil yang di bawa oleh adik, kami berangkat hanya bertiga yang semuanya laki-laki, di karenakan alasan pandemi dan juga kondisi yang tidak memungkinkan, rencana awal acara ini akan di lakukan di kediaman sepupu kami di kota Bogor, dan rencana awal yang sudah di susun setahun yang lalu pada awalnya kami akan menghadiri pernihakan nya di kota hujan tersebut, tetapi saat di terpa badai pandemi akhirnya rencana tersebut pun menjadi berubah.
Nangkrngnya di sini

Tepat pukul 7 pagi kami pun mulai menyusuri pekatnya aspal lintas timur untuk menuju kota Jambi, sebenarnya kendaraan kami beriringan dengan mobil paman yang juga berangkat bersama istrinya tetapi karena beliau sudah berangkat terlebih dahulu kami pun agak tertinggal.

Jalanan terasa lumayan lengang, kemungkinan di karenakan hari Sabtu di mana banyak pegawai pemerintahaan dan swasta yang libur berkerja, tetapi kemacetan juga kami rasakan di berapa titik di sepanjang jalan dari perbaikan jalan dan pemasangan bronjong untuk penahan tanah amblas merupakan penghias sepanjang perjalanan ini.

Kota seberang yang banyak di diami oleh etnis arab.


Sekitar pukul 2 siang kamipuin akhirnya sudah mencapai kota Jambi, setelah sebelumnya beristirahat dengan menikmati sate rusa di salah satu rumah makan sebelum memasuki kota Jambi, kamipun bertemu keluarga di hotel Aston yang terletak di tengah kota ini, setelah bercengkrama kamipun kembali kepenginapan kami yang sudah saya booking beberapa hari sebelumnya, karena mendengan dari penjelasan paman yang dari Bogor ini ( Ayahnya Pengantin Pria ), ternyata untuk acara di lakukan pembatasan yang ketat apa lagi saat ku baca di internet via hp ku berita tentang keluarga walikota Jambi yang terkena wabah ini.

Setelah berehat sejenak akhirnya kamipun mau cari angin, karena rencananya ke dua paman kami akan berkunjung ke tempat mempelai perempuan tapi hanya dengan sedikit orang, akhirnya kamipun memutuskan untuk menuju kawasan wisata yang paling terkenal di kota Jambi yaitu kawasan ancol atau tangga rajo.

Tower Gentala Arasy

Saat memasuki kawasan tanggo rajo ini lumayan sedikit terperangah melihat perkemabangan di salah satu objek wisata di kota ini, gentala arasy yang selama ini ku baca via internet saja sekarang terpampang di depan mata. 
"Gentala Arasy adalah sebuah menara jam yang terletak di Kelurahan Arab Melayu, Pelayangan, Kota Jambi. Menara jam ini mempunyai tinggi 80 meter, dan di dalamnya terdapat museum kebudayaan Jambi. Museum tersebut berisi lebih dari 100 koleksi fakta peninggalan sejarah Jambi di masa lalu" Wikipedia. 
Kami bertiga lumayan menikmati suasana di kawasana ini, tidak ada polusi kendaraan bermotor di sini, sana hanya terlihat para goweser yang melintasi jembatan ini dengan beragam sepeda nya, banyak yang berselfie dengan latar belakang sungai, menara taupun matahari senja.


Bunyi kapal bermotor dan percikan air sungai batanghari, menentramkan hari, semilir angin bertiup juga menjadikan kaki enggan untuk melangkah pergi, tetapi semakin sore terlihat semakin banyak warga yang datang menikmati objek wisata ini walau suasana pandemi seperti ini.

Saat kesini memang kebetulan di sore hari, matahari pun sudah hampir memasuki peraduannya, tetapi objek wisata ini masih tetap ramai dengan para penjual jagung bakar menunggu setia, saat azan menggema kamipun meninggalkan objek wisata ini untuk menuju masjid seribu tiang.

Aku berlatar belakang jembatan Gentala Arasy