Bagian dalam ruangan sholat di masjid siti Djirzanah |
Setelah menyelesaikan makan di warung nasi pecel di pasar bringharjo, kamipun langsung menuju masjid biru yang dari tadi menarik perhatian kami, yang memiliki warna mencolok diantara deretan toko-toko di kawasan seberang pasar bringharjo ini.
Pada saat kami memasuki teras masjid ini saya di berikan tempat sepatu dan sandal berupa kantong kain berwarna biru, yang menjadi tempat sandal/sepatu kita saat di lepas saat mau masuk ke dalam masjid, jadi kita tinggal membawa kantong tersebut ke saat berwudu dan ketempat sholat dan di taruh di rak yang sudah di sediakan.
Saat memasuki ke toilet yang di bagian bawah juga di beri pendingin udara , agak terkejut juga karena perlengkapan di toilet tersebut lengkap sekali seperti standar di hotel dari sabun cair sampai tissue pun ada berbeda dari masjid-masjid yang pernah saya masuki sebelumnya yang biasanya bersih tapi tidak selengkap ini, dan siapaun bisa menggunakan toliet dan tempat wudhu nya, baik pengunjung, pedagang, tukang becak, siapapun bisa menggunakan.
Memang untuk toilet sendiri masih terbatas mungkin mengingat luasan ruangan, tetapi untuk jumlah keran wudhunya lumayan banyak, dan juga bersih terpelihara, saat naik kebagian atas atau tempat sholat terasa benar asitektur dataran tiongkok di masjid ini dengan dominasi warna biru begitu juga atap yang berfungsi sebagai penyerap sinar matahari yang di sebar ke seluruh ruangan.
Alas kaki yang sudah di masukin di kantong biru, saat mau sholat di masukan ke dalam rak ini |
Memasuki tempat sholat ini udara sejuk langsung menerpa kulit kita, berbeda dengan udara yang ada di luar. Pendingin udara yang terpasang di sisi kiri dan kanan dinding masjid yang di tutupi dengan ukiran-ukiran mempercantik ruangan masjid ini.
Untuk tempat wudhu dan sholat antara pria dan wanita pun di pisah, tidak bercampur untuk pria di lantai 2 dan untuk wanita di lantai satu, Bangunan masjid yang sebelumnya merupakan toko oleh-oleh batik dengan ukuran bangunan 2,8 X 5 Meter, walaupun mungil tetapi memiliki keindahan yang memancar.
Ternyata setelah di tanya pada salah satu penjaga masjid ini pemilik bangunan ini adalah Herry Zudianto, mantan Wali Kota Yogyakarta periode tahun 2001-2011 dan kedua adiknya, berawal dari kepekaan pak Herry saat melihat melihat jarak masjid di kawasan malioboro ini letaknya jauh-jauh, sehingga saat itu banyak yang menumpang sholat di toko tersebut akhirnya toko tersebut di bongkar dan di jadikan masjid.
Bagian atas masjid |
Model Pecinan dipilih karena menyesuaikan dengan masyarakat di kawasan ini yang termasuk kawasan Pecinan, jadi arsitektur dari masjid ini mengikuti model Pecinan, Corak bangunan ala Tiongkok sangat melekat pada masjid itu. Fasad masjid dipasangi tulisan berbahasa Mandarin, Qingzhensi () yang bermakna masjid. Di bawahnya ada jam raksasa berbentuk lingkaran. Masjid ini tidak memiliki kubah maupun mustaka laiknya kebanyakan masjid. Bubungannya dibuat menyerupai kelenteng.
Ornamen dan warna-warni yang cerah juga disematkan pada masjid itu. Meski tidak menggunakan warna merah, warna khas Tiongkok, masjid diselimuti dengan warna biru kuning sehingga ciri khas bangunan Tionghoa tidak gugur.
Nama masjid yang menggunakan nama ibu mereka merupakan wujud bakti Herry dan kedua adiknya. Masjid ini bagai oase di gurun pasir yang selama ini menjadi impian banyak orang untuk bisa beribadah walaupun berada di tempat wisata.
Berada di depan pintu masuk masjid Siti Djirzanah |
No comments:
Post a Comment