Thursday, 15 August 2019

Titik 0 Yogyakarta Yang Tidak Pernah Sepi

Titik 0 yang tidak pernah sepi
Kamipun turun dari andong tidak beberapa jauh dari titik 0, karena kalau mau turun tepat di lampu merah nanti mengganggu pengguna jalan yang lain.

Titik 0 ini walaupun malam sudah beranjank larut tapi seperti memiliki magnet sendiri sehingga tempat ini tidak pernah sepi, Nol Kilometer bukan hanya sekedar pusat keramaian di Yogyakarta. Terdapat sejarah yang terselip di dalamnya. Nol Kilometer sebagai denyut nadi Kota Yogyakarta mempunyai mitos garis sumbu imajiner yang menghubungkan antara pantai Laut Selatan, Keraton hingga Gunung Merapi. Selain garis imajiner, Yogyakarta juga memiliki sumbu filosofis yakni Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak, yang dihubungankan secara nyata berupa jalan. Panggung Krapyak ke utara menuju ke Kraton melambangkan perjalanan manusia dari bayi lahir hingga dewasa, sedangkan dari Tugu ke Kraton melambangkan perjalanan manusia kembali ke sang Pencipta.


Titik Nol Kilometer bisa disebut sebagai Eropanya Jogja. Alasannya karena kawasan ini dikelilingi oleh bangunan kuno yang menjadi cagar budaya. Setidaknya ada enam bangunan, yaitu Benteng Vredeburg, Bank BNI, Kantor pos, Pasar Beringharjo, Monumen Serangan Umum 1 Maret, dan Mirota Batik. Cagar budaya tersebut menjadi saksi bisu sejarah panjang keraton Yogyakarta. Pesona Mini Eropa di Jogja ini makin terlihat ketika malam hari.


Sebenarnya kami ingin menghabiskan waktu lebih lama di sini, karena hanya baru dari 1 sisi km 0 yang kita injak, belum dari sisi lainnya tetapi besok harus berangkat pagi lagi untuk tujuan wisata lainnya.

Untuk kembali ke penginapan kami harus berjalan kaki yang lumayan jauh sekitar 1,5 Km, tetapi karena jalan nya selalu ramai tidak berasa sudah berapa jarak yang kita tempuh, sekitar setengah perjalanan,




"Yah.. mampir dulu ke angkringa situ, kita minum wedang ronde dulu"kata bunda
"Sego kucing lagi "kata anak-anak gembira

akhirnya kamipun makan di salah satu angkringan di kawasan jalan malioboro ini, walau tidak dapat tempat lesehan, duduk di kursi trotoarpun tidak menjadi masalah, anak-anak memesan nasi kucing dan beberapa tusuk sate di sertai gorengan, sedangkan bunda memesan wedang ronde hangat.

No comments:

Post a Comment