Thursday 27 February 2020

Setelah Rest Area 87 Telah Terlewati


Kapal pun merapat ke dermaga kami pun langsung naik lagi ke bus masing-masing, kantuk yang sedikit terobati karena empuknya kursi kapal Sebuku, saat bus turun dari dalam kapal, buspun berjalan seperti tiada halangan. Karena badan masih penuh lelah di perjalanan 8 hari ini, akhirnya pilihan untuk tidur lebih kami pilih.

Bus pun berjalan dengan lancar, entah di bagian belakang ada apa dengan ribut-ribut yang terjadi ternyata subuh sudah berlalu bergitu saja, sedangkan saat membaca WA bus 3 sudah melakukan subuhan di kawasan rest area 87 sebelumnya, karena memang bus yang kutumpangi ini berada di posisi paling depan sehingga tidak menerima informasi dengan jelas.

Di saat jamaah lain masih ribut, ku sempurnakan dudukku dan melakukan sholat hormat waktu, itu yang di ajarkan oleh guru-guru kami di majelis, dan jika sampai di tempat yang pasti maka patutlah agar mengqodo sholat yang hormat waktu tersebut.




Ternyata bus ini berhenti di kawasan rest area 208 A dimana, rest area ini merupakan rest area yang belum jadi atau masih dalam tahap konstruksi, dengan pagar tinggi yang masih mengelilingi proyek, tetapi di sini tetap ada fasilitas musolah di dalam kontainer dan air bersih.

para jamaah banyak melakukan sholat subuh di sini kemudian sarapan dan istirahan untuk merilekan badan , setelah sholat subuh yang ku qodo maka akupun memilih sarapan mie goreng dan telur., lumayan untuk mengisi perut pagi ini.

Tidak lama lagi kami akan sampai ke kota Palembang, meninggalkan segala kenangan selama 8 hari perjalanan keliling pulau Jawa, entah kesan ini akan terulang lagi pada tahun depan atau tidak, hanya tuhan yang tahu, semoga Allah memberkahi kita semua.

Rasa Kantuk & Empuknya Kursi Di Kapal Eksekutif

Di dalam kapal KM Sebuku

Setelah meninggalkan rumah makan dharma raya, Cilegon bus kamipun langsung melesat menuju ke pelabuhan merak, dermaga eksekutif yang menjadi tujuan bus ini, menunggu sebentar di dermaga 7, bus pun langsun masuk ke lambung kapal bersama dengan kendaraan lainnya.

Seluruh jamaahpun keluar dari bus menuju ke tempat peristirahatan di dalam kapal, untungnya di dalam kapal Sebuku ini bangku atau kursi yang di sediakan sangat empuk dan nyaman, dan yang paling enak adalah bahwa selurunya itu gratis.

Satu persatu dari kami langsung duduk di kursi ini dengan santai, akupun duduk bersama abu, azam yang masih mengantuk berat dan Usman yang juga baru terbangun dari tidurnya, kamipun bercerita sebentar, dan bersenda gurau. Saat kapal sudah lepas dari dermaga merak kurasakan akupun sudah tidak ada lagi di permukaan, empuknya kursi di kapal ini menyebabkan kami langsung hanyut ke alam lain.


Setengah Jam Sebelum Ke Pelabuhan Merak

Di dalam rumah makan Dharma Raya

Selepas dari tanjung priok mobil meluncur langsung memasuki tol di tengah sinar lampu pelabuhan an dan konstruksi pembanguan yang ada di kiri kanan sepanjang perjalanan, hari ke 7 ini kelelahan semakin bertambah, kurasakan kaki ku yang membengkak karena pengaruh aliran darah yang kurang lancar akibat sempitnya tempat duduk di dalam bus ini.

Aku segera menarik selimutku agar dapat beristirahat, benar saja sesaat kemudian akupun sudah terpejam dan aku terbangun saat teman sebangkuku mencoleku dan mengatakan kalau busnya sudah berhenti.

Ku buka mataku, tenyata bus kami berhenti di rumah makan Dharma Raya Cilegon sama saat keberangkatan kemarin, akupun segera ke toilet untuk menyegarkan badan ku, kulihat jam di tanganku sudah menunjukan pukul 12:05 malam, artinya sudah menginjak hari ke 8 kami di perjalanan ini.

Banyak jamaah yang turun dan menyantap makanan lagi, aku pun ikut antri untuk membeli makanan, kurasakan perutku juga lapar, akhirnya nasi telur bulat kuah kuning yang kusantap di sini. Tidak berapa lama lagi pelabuhan merak sudah di depan mata, ku pakai waktu ini mencharge power bank ku yang sudah tidak berdaya lagi.

Masnya  yang semangat dong... ... jangan lesu

Wednesday 26 February 2020

Tanjung Priok Tempat Ziarah Terakhir Sebelum Pulang


Akhirnya kamipun meninggalkan masjid Istiqlal, setelah bada ashar, bus bergerak menuju utara Jakarta, tepatnya di kawasan tanjung priok, karena di sini terdapat pemakaman yang banyak di ziarahi oleh para peziarah baik dari dalam ataupun luar negeri.

Gubah Al Haddad atau Makam Keramat Mbah Priok tempat ini di sebut terletak di lokasi pelabuhan tanjung priok, kami tiba di tempat ini saat matahari sudah memasuki peraduan, azan magrib bakal berkumandang, kamipun bersiap-siap untuk sholat terlebih dahulu sebelum melakukan ziarah.

Kawasan yang pernah heboh di tahun 2010, lantaran kerusuhan besar antara ahli waris dan pengurus serta POl-PP dan Brimob saat rencana pengambilan alih lahan oleh PT. Pelindo II yang memang berada di dalam kawasan terminal peti kemas Tanjung Priok,


Kami tiba di makam ini sekitar pukul 5.30 sore, saat matahari mulai meredup ke barat, para peziarah mulai turun satu persatu dari bus, akupun mengambil perlengkapan mandi ku, kemudian mandi di pemandian umum yang merangkap wc di sisi kanan kawasan ini. insturksi dari ustad Jamal sendiri bahwa ziarah akan di lakukan setelah sholat magrib.

Saat menunggu azan magrib untuk sholat beramaah
Masih banyak waktu yang bisa di lakukan, setelah mandi terus merapikan selurh pakaian dan barang-barang kedalam tas biar bisa di masukan ke dalam bagasi, karena setelah dari sini tujuan selanjutnya adalah penyebrangan ferry merak yang artinya besok kami bakal sampai di Palembang.

Setelah selesai dengan semua itu, akupun kemudian kembali ke dalam gubah untuk menunggu saat sholat magrib di mulai, di sini ternyata juga sudah ada terlebih dahulu Ustad Abul Umar Toyib yang sudah datang dan berziarah terlebih dahulu dari rombongan kami sehingga merekapun merencanakan pulang setelah magrib.

Magrib pun tiba, azan di kumandangkan dan sholat pun di tunaikan , setelah melakukan doa dan wirid kamipun bergerak menuju makam Habib Hasan Muhammad AlHaddad, untuk melakukan ziarah, tahlil dan doa pun terlantun.



Selelah melakukan ziarah kami di informasikan bahwa keberangkatan menuju ke pelabuhan Merak  pada pukul 8 malam nanti, jadi masih lumayan banyak waktu, ku ganjal perut ini dengan makan malam bersama pop-mie dan kali ini makan bersama Abu dan anaknya yang juga makan pop mie.

Semoga perjalanan pulang ini tiada menemukan halangan, sudah hari ke 7 aku berjalan, sudah banyak yang kurindukan di rumah, semoga Allah melindungi perjalanan ini.

4 Jam Tertirah Di Jakarta Bagian 4 : Ketoprak & Kenangan Masa Lalu

Ketoprak Jakarta

Setelah sampai di halte di depan masjid Istiqlal akupun langsung mencari penjual ketoprak diantara para pedagang yang sedang di tertibkan oleh pol-pp DKI Jakarta, akhinya di sebarang aku menemukan penjual ketoprak.

Si penjual ketoprak ini merupakan orang Tegal yang sudah hampir 13 tahun berjualan ketoprak dengan bandrol harga 13 ribu per porsi, akupun mulai menyantap makanan yang penuh kenangan saat aku masih bekerja di ibu kota.

Dulu saat masih di daerah Tomang sekitar 19 tahun yang lalu,  hampir setiap pagi makan ini menjadi teman setia karena tukang ketoprak yang setiap hari mangkal di depan kantor,  setiap pagi juga membuatkan ku ketoprak, walaupun aku lagi berduit atau lagi berdompet tipis, ataupun saat sudah sarapan atau belum, si ketoprak selalu hadir di meja ku terkadang kadang teman sekantor atau ob di kantor yang menyantap makanan tersebut.


Tiap hari tukang ketoprak ini menjadi teman ngobrol ku, karena rasaku ngobrol dengan beliau asik dan kocak, orang asli tegal yang tinggal di Jakarta di kontrakan kecil demi menghidupi anak bininya, terkadang saat pulang kerja pernah sampai malam aku ngobrol bersama si tukang ketoprak ini sampai dia menutup dagangannya.

"Biarlah mas...... biar mas nya ada makanan" jawab si tukang ketoprak saat kutanya mengapa mengirim ketoprak setiap pagi.
"Lah bayarnya nanti gimana ?" tanyaku
"Terserah mas..... ada uang di bayar , kalau nggak ada ya nggak usah di bayar" jawab si tukang ketoprak tomang.

Karena hal ini lah ketorpak makanan khas Jakarta ini sangat berkesan bagiku, karena memiliki kenangan tersendiri di dalam kehidupan ini, hari ini aku makan lagi malahan sampai nambah 2 porsi bercerita kembali dengan tukang ketoprak ini seperti aku sering bercerita dengan tukang ketoprak di tomang 19 tahun yang lalu.

Om Abu, Anaknya dan om Usman juga menyusul ku kesini dan tertarik juga mencoba ketoprak ini, termasuk ada beberapa jamaah lain yang ikut membeli ketoprak ini, semoga hari ini laris ya pak.... biar nggak pulang terlalu malam.


4 Jam Tertirah Di Jakarta Bagian 3 : Monas Masih Seperti Yang Dulu


Sebenarnya ada rasa malas saat mau di ajak ke monas, karena setiap kali ke Jakarta pasti ke sini, tetapi om Usman yang memaksa biar ikut biar bisa nunjuki jalan katanya, 'Emang Guide" kataku dalam hati. Karena keinginan ku dalam hati adalah makan siang dengan ketoprak tapi mereka ini mau atau tidak juga belum ku tanyakan.

Setelah di desak akhirnya aku ikut juga, dengan menggunakan bus trans Jakarta gratis , kamipun langsung menuju halte monas I, jarak yang di tempuh memang tidak terlalu jauh jarak antar haltenya, memasuki pintu gerbang monas di dekat patung kuda ada taman an baru yang di sebut taman "Ragam" karena tertulis ragam yang bisa berubah-ubah karana merupakan susunan karakter 3 dimensi.


Melangkah menuju ke taman monas , posko kodim jaya berdiri di sini , "Indonesia Maju" menjadi objek foto kami, beberapa kali sampai selfie di sini, setelah sampai di dekat tugu monas dan memuaskan hasrat Om Usman & Om Abu beserta Azam untuk berfoto , saat di tawarkan apakah mereka akan naik keatas, ternyata mereka tidak mau akhirnya kamipun kembali menuju halte monas I untuk menunggu bus gratis trans Jakarta yang akan mengantar kami kembali ke halte istiqlal, saat di perjalanan pulang sempat terlihat proyek revitalisasi kawasan monas yang selama ini di ributkan.

Di depan posko kodim Jaya
Proyek Revitalisasi Kawasan Monas

Ingin menggapai puncak monas... tapi malu sama perut.. wwkkkwkk

4 Jam Tertirah Di Jakarta Bagian 2 : Bus Gratis Keliling Jakarta


Baru pertama kali naik moda transportasi yang satu ini, walaupun sudah sering mendengar dan membaca tetapi baru kesampaian kali ini, bus ini di berlakukan sejak di hapuskannya jalur "3 in 1" di mana pemprov DKI menyediakan bus gratis ini sebanyak 10 unit dengan rute yaitu dari Bundaran Senanyan Menuju ke Harmoni.

Bus yang berjenis double decker ini memiliki 2 tingkat, di bawah di prioritaskan untuk lansia, ibu hamil, penyandang distabilita dan anak-anak dan untuk yang lainnya bisa naik ke lantai 2 bus, selain model double decker seperti ini, bus gratis ini juga ada seperti bus gandeng trans jakarta pada umumnya.


Kursi di bagian atas lumayan banyak, kamipun duduk di lantai atas, kondektur bus dengan ramah memandu kami dan menjelaskan satu persatu tempat bersejarah atau penting yang bus ini lalui, dengan menggunakan pengeras suara menjadikan perjalanan ini menjadi wisata edukasi bagi kami yang menjajal layanan bus ini.


Di lantai 2 bus

Tangga untuk ke lantai 2
Awalnya kami mencoba hanya untuk ke monas, setelah naik dari halte istiqlal maka kamipun turun di halte monas 1 , setelah selesai dengan foto-foto di monas kamipun kembali lagi menggunakan bus ini hingga memutar balik sampai titik awal kami di angkut di halte istiqlal.

Menjadi pengalaman baru bagi kami sebagai sebuah solusi untuk mengatasi kemacetan sekaligun edukasi sejarah, perlu di contoh provinsi lain. 

Untuk koridor lain sebenarnya juga suda adah yaitu stasiun tanah abang sampai tanah abang auri dengan jam operasonal 08:00 -15:00, tetapi untuk koridor kedua ini tidak kami jalani karena keterbatasan waktu.

Antri bersama om Usman


Rute Bundaran Senayan - Harmoni
Foto by : tansjakarta.co.id

4 Jam Tertirah Di Jakarta Bagian 1 : Banjir "Macetnya" Jakarta Mengantarkan Ku ke Istiqlal


Setelah istirahat bus pun bergerak menuju tol Jakarta - Cikampek bus melaju cepat, sekitar 2 jam lagi akan bakal sampai ke masjid Istiqlal, itupun jika tidak mengalami kemacetan di jalan.karena saat lepas dari tol, kemacetan sudah membayangi perjalanan di Ibu kota ini.

Bus bergerak perlahat di antara kemacetan, tak terasa jam di tanganku menunjukan pukul 10 pagi, bisa-bisa sampai pukul 12 ujarku di dalam hati, ternyata dugaan ku salah bus merapat di pinggir jalan masjid Istiqlal pada pukul 12.30 lebih lama dari dugaan ku.

Kamipun segera turun, memasuki masjid yang bagian depannya sedang mengalami renovasi tersebut, yang informasinya akan di buat towongan ke gereja katedral di seberangnya, entah untuk apa terowongan itu aku pun tak tahu.


Dengan Pak Haji Adil, Toke Pempek
Kamipun mengambil wudhu yang sekarang tampak serba darurat, untuk wc harus berjalan jauh di ujung sana sudut lainnya dari masjid Istiqlal ini, kamipun menunaikan kewajiban kami sebagi musafir sekalian beristirahat di masjid di ibu kota ini.

Setelah cukup lama beristirahat, saat membaca WA bahwa rombongan jemaah bus 3 sudah meluncur ke monas menggunakan transportasi gratis dari trans Jakarta yang ada di halte istiqlal di depan halte juanda, membaca hal tersebut akhirnya kamipun menuju ke halte yang ada.


Sedang ada renovasi

H 7 : Perjalanan Panjang Menuju Ibu Kota

Om Abu on action... si Azam masih tidur di bus di tinggal saja
Kurang dari pukul sembilan malam bus kamipun sudah bergerak keluar dari parkiran Abu Bakar Ali di Malioboro, bus menuju jalur ke arah Semarang, selanjutnya memasuki tol yang sepertinya tiada berujung, aku sudah cukup lega seluruh barang sudah ku packing di dalam bagasi, sehingga tidak terlalu sulit lagi untuk membawanya nanti saat pulang.

Malam yang terus semakin pekat membuat banyak jemaah memanfaatkan waktu untuk istirahat, dengan menggunakan bantal dan selimut dari pihak bus, biarkan malam ini menjadi waktu istirahat bagi kami setelah perjalanan panjang siang tadi.

Aku terbangun saat bus kuraskan berhenti dan memang pada kenyataanya bus sedang mengisi bahan bakar di salah satu SPBU entah di mana, taklama kemudian buspun merapat ke parkirannya, jam di tanganku menunjukan pukul 4 pagi hari hampir 6 jam perjalanan dari Yogya ke sini, berarti tidak lama lagi kami akan melakukan sholat subuh. 

Waktu yang lumayan masih panjang, akupun membeli kopi dan pop mie bersama beberapa jamaah termasuk sopir bus, dan kesempatan ini kugunakan untuk mencharge hp dan powerbank ku, karena terakhir ku charge di mobil karena terlalu nempel dengan bagian dari ac mobil hp ku menjadi dingin dan error.

Ada mahluk manis di dalam bis, siapakah dia ???
Karena panas kubiarkan terlebih dahului popmie ku dan kopi capucino yang kupesan, termasuk jamaah yang lain , tetapi ternyata ini awal kejahilan tersebut, itu ada apa di kaca bus, ternyata dengan banyak melihat ke kaca menjadi modus dia untuk memasukan cabe pop-mie yang masih tersisa kedalam kopi teman ssatu bangkunya.

Wajar saat kawannya itu mulai menghirup kopinya dia mulai mencak-mencak karena rasa kopinya menjadi manis pedas, kami yang ada di sana senyum dan tertawa geli melihat kelakuannya. Saat azan subuh di kumandangkan kami bergegas kemasjid, antri mengambil air wudhu merupakan pemandangan yang biasa saat orang ramai seperti ini, setelah selesai menunaikan sholat subuh berwirid dan doa kamipun melanjutkan perjalanan kami lagi yang tertunda.

Buspun bergerak menyusuri tol, jalan tampak mengkilat di timpa lampu kendaraan, sesekali tampak bus ini memotong kendaraan lain, sehingga pada pukul 8 pagi kamipun berhenti di salah satu rumah makan masih di kawasan purwakarta di rumah makan family dengan model tulisan seperti facebook.

Rumah makan famili di kawasan Purwakarta


Disini akupun mengambil perlengkapan mandi, air di sini ternyata lumayan segar, setelah selesai akupun sarapan kembali kali ini sama seperi yang ku makan saat di rest area 166 tol cipali tadi, entah sudah berapa banyak mie instan yang hinggap ke perutku selama perjalanan ini, tetapi secara alternatif inilah makanan yang paling murah dan praktis yang bisa di dapatkan selama perjalanan.

Kurang lebih pukul 9 bus pun mulai meninggalkan rumah makan ini, menuju ke ibu kota di tengah arus kemacetan,.... welcome to jungle.



Tuesday 25 February 2020

Edisi 9 Jam Di Yogyakarta Bagian 5 : Es Dawet hitam, Lunpia Bu Yusuf & Wedang Ronde Malioboro

Es dawet hitam benteng Vredeburg

Setelah dari taman pintar akupun berjalan lagi kembali ke arah pasar Bringharjo tetapi tepat di halaman benteng vredeburg kulihat penjual es dawet hitam yang sebelumnya pernah ku minum juga di dekat masjid biru ( Baca : Segarnya Es Dawet 3 in 1 ( Hitam, Hijau & Putih ) ).

Dengan harga 5 ribu per porsi akupun mencari tempat duduk tepat di depan benteng vredeburg di bawah rindangnya batang pohon beringin, banyak jamaah yang melintas di sana saat ingin ke km 0 atau pulang ke kraton, sempat juga ngobrol lama dengan salah satu jamaah yang ikut duduk bersama ku.

Kesegaran es dawet hitam ini terasa sekali, mungkin karena hari yang menyengat ini, walaupun saat ini awan hitam semankin gelap dan angin bertiup agak kencang, ku habiskan minuman ini sampai sedotan terakhi, dan benar juga akhirnya hujan pun turun.

Sambil menyusuri pasar bringharjo dan membeli beberapa kotak bakpia, yangko dan brem sebagai buah tangan  akupun kembali menyusuri jalan yang di penuhi pedagang ini sampai akhirnya di salah satu sudut jalan aku bertemu dengan penjual lunpia bu Yusuf.


Dengan harga 3 ribu dan 5 ribu dengan tambahan telor, ku beli 3 buah yang biasa saja, dengan isi daging ayam, rebung dan sayuran cukup untuk camilan ku sore ini, berbeda dengan lunpia yang ada di Semarang dengan harga 10 ribuan malahan untuk lunpia gang lombok sampe 25 ribu perbuah. ( baca : Harumnya Es Dawet Durian & Nikmatnya Lunpia Pak Suyat Pandanaran ).

Karena hujan semakin deras akupun mencari tempat berteduh di trotoat jalan Malioboro, tetapi sialnya di sebelahku ada anak lagi pacaran, tanpa peduli dengan mereka kuhabiskan satu persatu lunpia yang sudah ku beli tadi.

Saking nikmatnya tinggal setengah

Setelah selesai semua berbelanja, untuk membeli buah tangan termasuk daster untuk ayuk, baju kaus adek dan kakak, akupun belanja ku sudah cukup tinggal packing dan berangkat menuju ke Jakarta. Setelah bada magrib selesai sholat di antara gerimis hujan yang makin menderas, banyak jemaah yang membeli wedang ronde karena ku tau minuman ini bisa menghanagatkan tubuh.

Wedang ronde malioboro

Akupun memesan satu porsi kulihat ustad Jamal bersama keluarga juga sudah menikmati wedang rondenya, harga yang di patok bapalk ini adalah 10 ribu per porsi cukup sesuai menurutku dengan rasa yang di tawarkan.

Setelah ini akupun bersiap untuk mengepak ulang barang-barangku dengan kardus yang kuminta dari rumah makan taman sari siang tadi, biar beres semua nya.

Wedang rondenya sudah mau habis

Edisi 9 Jam Di Yogyakarta Bagian 4 : Air Mancur Taman Pintar


Sebelum mencapai titik nol tepat di sebebrang taman pintar aku minta ke tukang becaknya untuk berhenti, setelah membayar selanjutnya aku menyebrang menuju ke gerbang masuk taman pintar, terlihat air mancur sudah bagus kembali, karena saat kesini tahun yang lalu air mancur dan gerbang ini lagi mengalami renovasi. ( Baca : Taman Pintar Yang Memang Pintar ).

Tempat wista edukasi bagi anak-anak ini merupakan wahana yang sangat baik bagi menambah pengetahuan anak-anak, aku pun memasuki halama taman pintar ini, ternyata banyak ornamen yang di bangun di seputaran air mancur ini, termasuk gong perdamaian dan beberapa ornamen lainnya.


Gong perdamaian diresmikan di Taman Pintar pada 20 Mei 2008. Gong Perdamaian ini merupakan lambang persatuan dan kesatuan bagi Bangsa Indonesia yang divisualisasikan dengan pencantuman lambang 5 kepercayaan agama yang diakui di Indonesia, lambang daerah dari 33 propinsi dan 444 kabupaten/kota di Indonesia di sekeliling gong. Selain itu, di bawah Gong Perdamaian tertanam tanah dari 33 propinsi yang ada di Indonesia.




Saat aku mengunjungi taman pintar ini berbarengan dengan anak-anak TK yang sepertinya juga akan berkunjung sebagai kegiatan sekolahnya, seandainya di Palembang ada wahana edukasi seperti ini bisa menambah wahana pengetahuan bagi terutama bagi pelajar dan anak-anak.