Monday 19 August 2019

Lawang Sewu Dengan Segala Misterinya


"Pak .. kami sudah selesai, jemput di seberang bank mandiri saja "Kataku ke Pak Ratno
"Baik Mas" Jawab beliau

Tak lama beliau pun menjemput kami,
"Sekarang mau ke mana mas ?"Tanya Pak Ratno
"Ke Lunpia Gang Lombok saja pak" Jawab ku
"Kalau jam segini masih tutup mas, baru buka jam 9 pagi
"Tempat wisata yang sudah buka di mana pak ya?"tanyaku balik
"Ke Lawang Sewu saja mas"jawab pak Ratno

Sebenarnya kakak yang paling protes untuk tidak ke lawang sewu karena saat melihat di tv banyak penampakan yang terlihat, sedangkan ayuk sangat tertarik karena dia sudah pernah membaca buku tentang lawang sewu.


Jarak tempuh ke lawang sewu ini dari kota lama Semarang tadi tidak terlalu jauh, hanya sekitar 2,5 km dengan waktu tempuh sekitar 10 menitan, tetapi di lawang sewu sendiri tidak menyediakan tempat parkiran sehingga pak Ratno pun , menurunkan kami dan mencari tempat parkiran.

Ticket yang di kenakan saat memasuki kawasan ini pun cukup murah yaitu dewasa 10 ribu, dan anak-anak dan pelajar 5 ribu Rupiah per orang, tetapi untuk menggunakan jasa guide di sini tarifnya 75 ribu, berbeda dengan tempat wisata lain yang tarif guidenya masih lumayan murah.

Kamipun memasuki halaman dari lawang sewu ini, banguan bersitektur eropa di zaman nya ini begitu menarik, banyak sudut-sudut di bangunan ini bisa menjadi spot foto yang bagus, memang untuk hari ini pengunjung lumayan sepi mungkin kalau pada weekend akan lebih ramai dari saat ini.


Setelah ticket di scan, kamipun mulai memasuki ruangan di lawang sewu, hologram yang menceritakan sejarah lawang sewu yang bentuk piramid menyambut kami, pintu yang memang banyak di ruangan ini yang berjejer rapi menyimpan misteri keabadiannya.

Kamipun terus melanjutkan perjalanan dari menyelusuri lantai satu dengan segala informasi mengenai gedung ini, banyak yang kami lihat di gedung ini sebagai penambah wawasan pengetahuan bagi anak-anak.


Ada tempat-tempat unik yang sempat kami datangi seperti kaca Patri besar yang terpampang di atas tangga, tetapi untuk ke lantai berikutnya tidak di berikan akses karena ditutup oleh pengelolah, sehingga kamipun hanya berfoto di bagian tangganya saja, atau saluran air yang sudah mengering yang banyak di lempari koin oleh pengunjung... mungkin biar hajat mereka terkabul ya.

Kakak juga sering berlari saat kita melewati tempat atau ruangan di lawang sewu ini, ayah tahu mungkin ada yang tidak enak di pandang oleh kakak, yang terkadang kakak tidak mau ikut berfoto, dan saya pun memang sengaja tidak membawa keluarga ke tempat-tempat yang di kata orang "Angker" di kawasan ini,  seperti pintu penjara bawah tanah dengan aura yang khas atau beberapa tempat lainnya di Lawang sewu ini biar nggak bermasalah sama mahluk Allah lainnya yang ada di tempat ini.


Naik ke lantai 3 angin berhembus lumayan kencang sehingga udara pun semakin sejuk, saat kami berfoto di jendela (ada di video), angin berhenti bertiup,  saat kami berbalik dan berjalan beberapa langkah, maka jendela tersebut tertutup sendiri,.."Baarrrr", semua pada berteriak, bunda, adek, ayuk dan kakak yang paling kencang teriakannya.

"Jendela ini tidak ada pengaitnya, jadi saat di tiup angin tertutup sendiri" kata ku berusaha menenangkan semuanya

Akhirnya kami justru duduk-duduk di tempat jendela tertutup tadi, sambil istirahat sebentar, dan jendela itu pun tidak pernah tertutup walaupun angin bertiup agak kencang. Kakak yang dari tadi hanya tersenyum-senyum sendiri ke arah jendela tersebut.
"Mahluk Allah di sini mungkin mau mengperkenalkan diri " guma ku dalam hati

Lumyan lama kami duduk di lantai 3 ini, sekalian melepaskan lelah dan menikmati hembuasan anging yang lumayan kencang dari atas sini. Sekitar hampir 15 menitan, akhirnya kamipun turun menuju museum yang terletah di samping bangunan untama ini ini, replika dari blue print  lawang sewu bisa di lihat di sini, termasuk timbangan lama dan berapa perlengakapan yang berkaitan dengan kereta api dan ruangan terakhir di museum ini adalah perpustakaan yang berisikan buku-buku dan majalah tentang kereta api dengan nuansa meja dan kursi lama tempo dulu.

Dengan Backgorund Lokomotif C 23
Sebelum mengakhiri perjalanan di lawang sewu ini, kamipun menyempatkan melihat kereta api yang ada di jalur pintu keluar, jenis Lokomotif kereta api uap C23 yang hanya diimpor satu unit dari pabrik Hartmann, Jerman, bersama dengan pengimporan satu unit lokomotif C 18. Mulai operasi tahun 1908, lokomotif ini didatangkan untuk menggantikan keberadaan trem kuda di Kota Solo. Dengan demikian keberadaan lokomotif uap sangat mengubah moda transportasi yang awalnya tradisional menjadi modern. Banyaknya penumpang yang mempergunakan kereta api mengakibatkan perekonomian Kota Solo terus berkembang dan meningkat. Meskipun lokomotif C 23 dan C 18 memiliki bentuk yang mirip, namun C 23 masih menggunakan uap basah (tidak memakai superheater). Lokomotif ini dapat menggunakan bahan bakar kayu jati maupun batu bara.Kini C 23 sejak awal beroperasinya hanya satu unit yakni C 2301. Pada tahun 1969, C2301 dialokasikan di depo lokomotif Gundih. Kini, C 2301 dipajang di depan Lawang Sewu, Kota Semarang.


Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama lain Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS). Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat, mengakibatkan bertambahnya personil teknis dan tenaga administrasi yang tidak sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran.

Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara yang justru menambah tidak efisien. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal).

NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Quendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke Kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903.


No comments:

Post a Comment