Jam belum lagi menunjuk pukul 8, kurang lebih satu jam meluncur di aspal meninggalkan Makam Sunan Gunung Jati akhirnya kamipun tiba di salah satu rumah makan terkenal bagi pembalap bus-bus pantura di kawasan Brebes, yaitu rumah makan Kedung Roso.
Aku pun bergegas turun sambil membawa perlengkapan mandi ku, lumayan terasa gerah badan ini sudah hampir 24 jam badan tidak di guyur dengan air, ke rumah makan kedung roso ini bukan pertama kali bagi ku, karena dulu sudah pernah mampir kesini walaupun saat ini rumah makan ini tidak seramai dahulu, yang di penuhi oleh bus-bus penjelajah pantura.
Kota yang di kenal dengan telor asin dan bawang merah ini memiliki kesan tersendiri terutama bagi penggemar telor asin seperti ku, setelah selesai dengan urusan bebersih dan berganti pakaian dalaman dan luar, aku pun ingin memenuhi kebutuhan perut yang mulai komplain, tetapi nggak ingin ke kedung roso karena menunya pasti seperti itu saja.
Akhirnya kuputus kan makan di warung yang berjejer yang masih terletak di dalam rumah makan kedung roso, satu pop mie dan secangkir capucino menemani pagi ku hari ini, tetapi saat ku melihat tumpukan telor asin, aku pun memesan 2 buah.
Melihat hal seperti itu para jemaah lain pun berkomentar;
"Jangan bae sampe kentut di bus.... bisa pingsan kito ni" celetuk salah satu jamaah yang di susul gelak tawa jemaah lain.
Aku pun hanya bisa tersenyum, memang telor asin dan pop mie bukan hal yang lazim bagi kami masyarakat Palembang, tetapi apa yang aku suka tetap ku suka. Harga makanannya pun bersahabat tidak lebih dari 20 ribu yang kubayar atas apa yang sudah kumakan.
Ternyata di sini tidak hanya menjual tumpukan telor asin tetapi gerabah untuk teh poci pun ada di jual di sini, teringat dahulu saat membeli gerabah ini ternyata membawanya seperti membawa bayi, di letakan di dalam mobil bakal pecah karena guncangan mobil, mau di pegang repot sekali, tetapi akhirnya solusi terakhir yang ku ambil saat itu, hingga teman-teman ada yang bilang,
"Bayi lo... jangan tinggal ya " saat melihat ku melepas poci dan cangkirnya dari dekapan ku.
Aku hanya tersenyum, sama seperti hari ini saat melihat ada jamaah yang akan membeli poci set yang ada di rumah makan kedung roso ini, "bakalan babak belur ni poci.. hancur" dalam hatiku. Tetapi jamaah tersebut bersikeras untuk tetap membeli poci dan cangkirnya.
Setelah sekitar satu jam kami di sini, akhirnya koordinator bis memanggil kami untuk menaiki bus, karena tujuan berikutnya sudah menanti.
No comments:
Post a Comment