"Mas ke puro pakualaman berapa " tanyaku ke tukang becak yang parkir dekat dengan taman pintar
"25 ribu mas"jawab tukang becak tersebut santai
"10 ribu ya " jawabku balik
"Nggak bisa mas 20 ribu" jawab tukang becak tersebut
akhirnya setelah dengan tawar menawar di sepakati harga 15 ribu, jarak yang di tempuh hanya 1,1 km dari titik km 0, sebenarnya kalau berjalan kaki juga tidak terlalu jauh, tetapi panas matahari ini juga menjadikendala bagi ku.
Setelah beberapa menit akupun sampai ke kraton pakualaman, awalnya aku bingung dimana pintu masuknya tetapi setelah beberapa saat, gerbang utama kraton ini sekaligus pintu masuk ke areal kraton, berbeda dengan kraton Ngayogyakarta yang bisa di masuki dari beberapa pintu.
"Pak izin, lihat-lihat kraton " kata ku meminta izin ke abdi dalem dan penjaga keamanannya
"Boleh mas, isi buku tamu dahulu " kata sang abdi dalem, sambil memrintahkan abdi dalem satunya untuk mengawalku.
"Silahkah mas " kata abdi dalemnya, untungnya saat itu aku tidak menggunakan sandal jepit sehingga di perbolehkan masuk.
Bagian pendopo agungnya |
Tempat tinggal sultan |
Bersama abdi dalam akupun di ajak berkeliling, berkeliling di sini hanya di seputaran jalan yang terletak di depan bangunan-bangunan, dengan penjelasan bahwa seluruh bangunan ini masih di tempati oleh pemilik keluarga dan abdi dalam , jadi hanya bisa di luar saja tidak bisa sampai masuk ke dalam.
Berbeda saat berkunjung ke kekeraton Ngayogyakarta dimana kami men dapat penjelasan detali, menganai barang-baranga yang ada di dalam museum tersebut. ( Baca : Pak Sukamto, Sang Abdi Dalem), hanya beberapa menit saja dari penjelasan pendopo, rumah dan yang di tekankan kalau tempat ini masih di tunggu semua.
Akupun akhirnya langsung mengakhiri kunjunga ku dari puramangkunegaran, jujur apa yang aku pikirkan tentang kraton yang satu ini tidak sesuai dengan ekspetasiku. Akupun memanggil becak lagi biar bisa di antar ke KM 0.
Pengamen jalanan di simpang jalan Supeno cukup menghibur, saat lampu lagi merah meraka bermain sambil mengedarkan plastik kepada yang berhenti di lampu merah tersebut, dan saat lampu berubah hijau mereka pun berhenti bermain sambil menunggu lampu merah berikutnya.
Becak yang kutumpangi pun melintasi jembatan sayidan, jembatan yang saat ini menghubungkan kraton Yogyakarta dan kraton Pakualaman di mana sejak zaman kolonial kraton tersebut terpisah, dan jembatan sayidan ini merupakan gerbang masuk ke kraton Yogyakarta.
Entah sejak kapan jembatan ini di bangun tetapi sejak melebur menjadi NKRI, jembatan ini berubah fungsi sebagai pengubung bagi ke dua kraton yang terpisah, apalagai saat ini Gubernur DIY di jabat oleh sultan Yogyakarta HB X, sedangkan wakil gubernur dari kraton pakualaman.
No comments:
Post a Comment