Palembang Heritage Half Day Tour Sesion 2 - Petunjuk arah
Setelah puas mengitari kokohnya jembatan ampera kami berduapun kembali menyelusuri jalan Palembang darussalam untuk menuju ke Raadhuisweg atau jalan Merdeka yang terbentang sepanjang bundaran air mancur sampai di persimpangan jalan Dr. Sutomo & jalan Tasik di kawasan kambang iwak besak, berjarak 1,5 km jalan ini banyak menyimpan sejarah, karena pusat pemerintahaan sedari zaman Kesultanan Palembang Darusalam yang akhirnya berakhir di kawasan ini, juga pemerintah kolnial juga menancapkan kendali kekuasaan dari kawasan ini. Tidak heran kalau di kawasan ini banyak di penuhi bangunan-bangunan bersejarah yang berisi rangkaian sejarah Palembang tempo dulu.
Di depan Lapas Perempuan Kelas II A Palembag |
Kami berdua melangkah lurus tepat di seberang kantor pos terdapat lapas perempuan kelas II A Palembang, di mana saat penjara ini di bangun tahun 1917 yang merupakan cikal bakal penjara pertama kota Palembang di zaman kolonial Belanda. Terletak di Raadhuisweg (Jl Merdeka saat ini) tetapi pada masa itu jalan tersebut juga di kenal sebagai gevangenis weg atau Jalan penjara.
Pada saat pengeboman oleh pasukan Jepang di Palembang pada 6 Febuari 1942 dan pendaratan pasukan parasutnya untuk merebut BPM di Plaju dan Sungai Gerong (Pertamina saat ini), saat itu banyak penduduk baik pribumi maupun warga Belanda ataupun warga asing lainnya yang menjadi tahanan di camp Jepang atau rumah tahanan ini. Banyak tahanan di camp ini menjadi ketakutan apalagi dengan sistem kerja paksa yang di terapkan oleh Jepang pada masa berkuasanya dari tahun 1942-1945 di Palembang ataupun luar kota Palembang seperti pembanguan Jalan Meiji (jadi Jl. Jend Sudirman saat ini) dan pembangunan Bandara Talang Betutu, termasuk pembangunan bandar udara di Martapura dan bandar udara kamuflase di Sekojo. Siksaan yang banyak di terma oleh tahanan di camp tahanan Jepang ini terutama oleh "Kompetai" (Polisi Meliter Jepang) sehingga tidak mengherankan banyak tahanan kala itu yang meninggal di dalam Camp tahanan.
Dengan background eks bioskop Oriental/Bisokop saga |
Perjalananpun kami lanjutkan ke tujuan berikutnya yang hanya berkelang satu bangunan dari lapas perempuan tadi maka kami pun sampai di tujuan yaitu tepat di depan kantor Badan Pengelolaan Pajak Daerah Kota Palembang, yang sebelumnya merupakan eks dari gedung bioskop pertama yang ada di kota Palembang.
Bangunan ini pertama kali di buka sebagai bioskop Flora pada tahun 1910, kemudian pada tahun 1920 berganti nama menjadi Bioskop Orintal, dan pada tahun 1956 berubah menjadi bioskop SAGA. Pada zaman pendudukan jepang 1942-1945 gedung ini menjadi gedung Bintang Berlian tempat pertunjukan tonil tradisional bangawan H Gung/Miss Tina, di gedung ini juga lahir lagu gending Sriwijaya ciptaan A Dahlan Mahibat, dan tari gending Sriwijaya oleh miss Tina Sukina A Rozak. Bioskop SAGA sekarang sudah berubah menjadi Badan Pengelolaan Pajak Daerah Kota Palembang yang sebelumnya adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang.
Dulu bioskop saga bukan merupakan bisokop kelas atas karena saya sendiri beberapa kali merasakan menonton layar lebar di bioskop ini, dengan kursi kayu yang di balut dengan busa sedanya, bercampur dengan kepinding (kutu busuk), terkadang ada tikus atau kecoak yang melintas di kaki kita. Bentuk eks bioskop saga ini tidak mengalami banyak perubahan, hanya di bagian dalam yang sudah di rombak yang di sesuaikan dengan kebutuhan kantor.
Perjalanan pun kami lanjutkan lagi tetapi kali ini agak jauh, starter motorpun kutekan hingga deru mesinnya pun terdengar, adek yang duduk di bagian depan memegang bagian spidometer, motor berjalan lurus ke depan dan berhenti tepat di jembatan yang terletak samping kantor walikota atau kantor ledeng yang di kenal oleh masyarakat sebagai jerambah karang.
Adek sempat memanjat pagar jembatan ini, melampar batu ke sungai yang sedang surut dan dan bergantungan di besi pagar jembatan ini.
Hati-hati dek.. nanti nyemplung ke sungai |
Masyarakat sekitar menyebutnya jembatan yang membelah sungai sekanak ini adalah sebagai jerambah karang, Jerambah sendiri jika di lihat dari kamus besar bahasa Indonesia berarti "lantai yang agak tinggi yang bersambung dengan rumah, tetapi tidak beratap (tempat mencuci piring, menjemur pakaian, dan sebagainya)". Mungkin hal ini didasarkan pada kehidupan masyarakat Palembang saat itu yang lebih banyak tinggal di tepian sungai, dengan menggunakan beberapa keping papan untuk membuat penghubung dari rumah mereka ke sungai ataupun sebagai penghubung antara rumah ke rumah, papan penghubung itulah yang di sebut sebagai jerambah.
Jerambah karang seperti ini lah jembatan ini di sebut, sejak penimbunan sungai kapuran tidak lama setelah pembangunan watertorren selesai, sebagai aplikasi untuk perluasan arealnya, begitu juga penimbunan sungai tengkuruk era tahun 1929-1930 yang akan di jadikan basis ekonomi kota Palembang. Yang tersisa hingga saat ini adalah sungai sekanak yang terletak persis di samping kantor leideng ini sehingga jembatan ini lah yang menjadi salah satu solusi sebagai penghubung ke tempat tinggal kolonial di kawasan talang kerangga.
Adek di jembatan Sekanak |
Tujuan berikutnya adalah kawasan sekanak, kawasan yang dulunya merupakan kawasan bangsawan Palembang, di kawasan ini masih banyak di temui rumah limas dan bangunan- bangunan yang berasitektur Palembang tempo dulu.
Adek langsung stop dan berdiri di jembatan sekanak sambil memperhatikan para pengangkut karung dari kapal jukung menuju ke los di pasar sekanak, air sungai yang mengering dan di penuhi dengan Eichhornia crassipes. Hanya dengan menggunakan papan tebal mereka berjalan di atasnya sambil membawa katung yang berat, seperti atraksi sirkus saja.
Jalan yang terbentang di sekanak ini bukan bernama jalan sekanak tetapi jalan Depaten Baru, karena jalan sekanak sendiri berada tepat di samping kantor leideng atau kantor walikota Palembang. Jembatan yang yang membelah sungai sekanak ini pun tidak bisa di bilang muda lagi, telah menjadi saksi perubahan kota ini dari zaman ke zaman berdasarkan dokumentasi tahun 1926 ,jembatan ini sudah ada di kawasan ini. Tetapi kawasan sungai sekanak ini terus bersolek menjadi salah satu destinasi wisata sungai di kota ini.
Perjalanan kami lanjutkan, dengan melalui jalan temon yang banyak di pagari rumah-rumah berarsitek limas dan bangunan-bangunan tua, kamipun melanjutkan sampai ke jalan PAK (Pangeran Ario Kesuma) Abdurohim dan kamipun berhenti tepat di papan nama SMP Negeri 1 Palembang
SMP Negeri 1 Palembang merupakan eks sekolah Meer Uitgebreid lager Onderwijs (Mulo) yang merupakan sekolah lanjutan
dari sekolah tingkat dasar dengan lama
pendidikan selama tiga tahun dengan
menggunkan bahasa pengantar bahasa
Belanda. Siswa yang diterima di MULO
merupakan siswa lulusan dari HIS dan
HSC sehingga jumlah siswa MULO rata-rata perkelasnya hanya 30 orang. Di Palembang Mulo didirikan pada tahun
1930 di daerah Talang Semut (sekarang
SMP Negeri 1 Palembang). Pada saat masa pendudukan Jepang sekolah ini di fungsikan sebagai rumah tahanan sementara (camp) untuk menahan para perjuang dan masyarakat di kota ini.
Pada era kemerdekaan sekolah ini di kepalai oleh Kgs. Noeroni Adil dengan masa jabatan tahun 1947-1957, di mana kurikulum pasca kemerdekaan saat itu diberi nama Leer Plan dalam bahasa Belanda artinya Rentjana Peladjaran yang lebih terkenal ketimbang kurikulum 1947.
Bergerak tidak jauh dari SMP Negeri 1 Palembang terdapat SMP Negeri 13 Palembang yang merupakan eks Europesche Lagere School (ELS) Palembang, Sekolah ini untuk anak-anak pegawai
Pamongpraja (Binnenlands Bestuur
Ambtenaren) termasuk anak-anak Residen,
Asisten Residen dan Kontroleur. Sejak tahun 1905
lama pendidikan di ELS diperpanjang dari
6 tahun menjadi selama 7 tahun dan
didirikan didaerah domisili penguasapenguasa daerah.
Pada era kemerdekaan sekitar tahun 1955 sekolah ELS ini menjadi Sekolah Kepandain Puteri (SKP) yaitu SKP 2 tahun dan SKP 4 tahun, SKP 2 tahun menerima siswi dari lulusan Sekolah Rakyat, pendidikannya khusus tentang kerumah tanggaan,setelah selesai dari SKP 2 tahun di harapkan seorang wanita dapat menjadi ibu rumah tangga yang baik.
Adek di depan gerbang SMP Negeri 13 jalan Gubah |
Akhirnya kamipun mengakhiri eksplorasi kami di kawasan sekanak ini, tujuan kami selanjutnya adalah kambang iwak dan kawasan kolonial yang tidak terlalu jauh dari tempat ini.
No comments:
Post a Comment