Monday, 4 February 2019

Kita Mulai dari Nol, di Titik KM 0 Anyer.

Senin, 04 Februari 2019 (hari Ke-2)

KMP Duta Banten
Pukul 05: 00 pagi kapal sudah mulai menaiki kapal ferry KM. Duta Banten melalui dermaga 6, dan setengah jam berikutnya baru berlayar, estimasi saya sekitar pukul 07: 30 akan sampai di merak, tetapi meleset kapal tetap terapung tanpa bergerak, sepertinya ada antrian saat sandar di pelabuhan merak. Untungnya kami memilih tempat istirahat di ruangan non-ekonomi walaupun membayar 10 ribu per orang dan sewa bantal 3 ribu perorang membuat kami bisa beristirahat dengan tenang dan nyaman


Disini kakak dan adek senang karena suasana sudah terang bisa keliling-keliling kapal, tetapi berbeda dengan bunda yang kecapekan lumayan lama memejamkan mata untuk tidur. Setelah ada pengumuman menunggu antrian yang hampir 3 jam terapung di laut maka kapal ferry pun mulai sandar di pelabuhan Merak. 

Jam 10: 30 wib kami turun di pool dan menyebrang ke arah rumah makan simpang raya merak yang tidak jauh dari pool laju prima dan pool pahala kencana karena seeblumnya sudah janjian dengan dengan keluarga lain yang juga berangkat dari Palembang yaitu mama dan cicik. 

Dari merak maka kamipun order 2 taxi online dengan tujuan ke anyer, beberapa menit kemudian taxi online yang pertama pun berangkat dengan tarif 101 ribu. Selang beberapa menit kemudian taxi online yg mengangkut kami pun datang dengan rupa mobil sedan.

Rencana awal sih kita ingin naik kereta ekonomi lokal merak tetapi melihat barang yang di bawah oleh mama dan cicik cukup banyak maka mobil lebih baik menjadi pilihan ketimbang harus tenteng-tenteng barang saat ke kereta.

Kamipun langsung meluncur ke anyer melewati kawasan krakatau steel yg lumayan memangkas waktu. Sehingga pukul 11: 30 wib sdh sampe di tempat kami menginap di daerah Pandawaan. Setelah beristirahat sebentar makan siang, sholat, keluarga di anyer pun mengajak untuk mengunjungi keluarga lain yg bertempat di daerah Kramat watu, Serang. Tapi karena badan terasa sangat capek jadi saya nggak ikut jadi memutuskan untuk tinggal & tidur siang. 

Mercusuar Cikoneng, Anyer
Saat bangun tidur saya lihat jam di tangan saya sudah menunjukan pukul 16:30 dan badan lumayan seger. Karena rumah sudah pada sepi dan ingat dengan rencana saya untuk ke mercusuar cikoneng dan tugu KM 0 anyer.

"Cik, kita ke Mercuauar yok?" Tanyaku kepada paman istriku yg di pangil Acik Wancik ( Adik kandung dari nyai) yang kebetulan juga nggak ikut ke kramat watu.
"Jadi" Jawab khas palembang nya. 

Akhirnya kami meminjam motor untuk menuju ke sana dengan menggunakan motor pinjaman, tidak sampai 10 menit kami tiba di sana.

“bang ... Parkirnya 10 ribu” kata si tukang parkir
“Bukan 5 ribu.... biasanya kan juga 5 ribu” jawabku
“Nggak bang ... ini lagi sepi” kata tukang parkir tersebut

Karena sejak tsunami di akhir Desember 2018 kemarin, kondisi di kawasan anyer ini tidak seramai seperti biasanya karena "ketakutan" para pengunjung akan pristiwa tsunami tersebut, sehingga di beberapa titik wisata seperti pantai karang bolong, pantai marbela, carita, tanjung lesung masih sepi pengunjung. Begitu pun beberapa toko suvenir dan rumah makan ada yang sudah tidak buka lagi sejak kejadian sunami Desember 2018.

Tugu titik nol Anyer
Akhirnya akupun memberikan uang 2 lembar 5 ribuan dan kamipun meluncur ke arah tugu titik nol terlebih dahulu, dan suasana saat itu lumayan sepi, kamipun mulai berswafoto di lokasi tersebut dan baru tahu juga kalau mercusuar yang ada saat ini adalah mercusuar yang kedua yang di bangun oleh pemerintah kerajaan hindia Belanda karena Pada awal mulanya mercusuar cikoneng ini di bangun pada tahun 1806 hancur di hantam oleh letusan krakatau pada tahun 1883 dan tersisa hanya pondasinya saja, sehingga pada tahun 1885 pada masa pemintahaan ZM Willem III menara suar ini di bangun kembali dengan mengambil posisi 50 meter ke arah daratan atau posisi yang ada saat ini.

Kami pun tidak dapat masuk kedalam mercusuar yang tingginya sampai 75 meter ini karena tidak ada petugas jaga dan pintunya pun terkunci karena memang saat kita datang sudah menjelang sore, seru jika bisa naik ke atas jadi teringat saat menaiki mercusuar tanjung kalian muntok di pulau Bangka

Tugu titik nol pun tidak luput dari objek kamera kami, ada prasasti yang menjelaskan pembangunan jalan Anyer-panaruakan sendiri pada tahun 1825 dengan peta nya juga dengan menggunakan ejaan zaman belanda seperti Candaal (Kendal), Djioedjoecarta (Yogyakarta), Toeban ( Tuban ), Grsee (Gersik) dan lain sebagainya. Di sinilah di perkirakan tempat pertama kali pekerjaan besar pembangunan jalan Anyer sampai Panarukan sepanjang 1000 km dimulai. Proyek semasa Gubenur Jenderal Daendels yang terkenal memakan banyak korban jiwa dari rakyat Indonesia. Pekerja yang bekerja membangun jalan tidak diberi upah dan hanya diberi makan. Makanan yang dimakan pun seadanya berupa bonggol pisang, singkong yang diawetkan, dan gadung yang diolah sedemikian rupa.

Merusuar cikoneng & tugu titik 0 Anyer
Setelah seleai menikmati wisata panorama dan sejara di mercusuar cikoneng dan tugu titik nol Anyer seiring itu Mentari pun sudah mulai memasuki peraduannya akhirnya kami pun pulang kerumah. Saat setelah Magrib semua sudah berada di rumah termasuk yang berkunjung ke keramat watu juga sudah kembali pulang, bunda pun membuka koper untuk menyiapkan pakaian yang akan di pakai esok hari, tetapi.....

"yah..... pakaian di koper lembab semua"kata bunda
"Kok... bisa ya ?" tanya ku
"Tidak.... tahu juga " jawab bunda kembali

Karena kita membawa 1 koper dan 1 ransel saat perjalanan kali ini, pakaian yang ada di ransel lembab semua, sedangkan di koper itu sebagian lembab, jadi pada malam itu juga bunda menjemur kembali pakaian tersebut biar bisa kering pada esok harinya.

Entah apa penyebabnya sehingga bisa air masuk ke dalam bagasi, apakah plat di ruang bagasi ada yang bocor, apakah efek hujan selama perjalanan dari palembang ke lampung.

"Belly juga sudah ketemu oleh wawak.. terkurung di dalam kamar" kata bunda
"Syukurlah" jawabku

Kata bunda, si belly saat itu tidur di kamar yang kami sendiri tidak mengetahui di mana posisi ia tidur, biasanya di bawah jemuran handuk yang di anggapnya dingin, karena terkurung si belly menggaruk-garuk jendela sambil mengeong dan kebetulan wawak sebeleh rumah mendengar dan di keluarkan lah si belly dari dalam rumah.


No comments:

Post a Comment