"Jongkong.... Tiwul...... Jongkong Tiwul" Teriak nenek penjual jongkong dan tiwul yang lewat setiap hari di depan rumah kami.
Dengan nampan besi untuk jongkong nya dan tiwulnya dan satu panci yang berisi kuah untuk jongkongnya, umurnya tidak bisa di bilang muda lagi kami saja sering memanggilnya nenek jongkong entah sipa nama aslinya tapi nenek yang asli berasal dari daerah banten ini tidak mempermasalahkan dia di panggil dengan nama tersebut.
Ibu sering membeli jongkong dan tiwul yang di jajakan oleh nenek jongkong ini, dengan harga per iris jongkong saat itu hanya 50 Rupiah, di siram dengan kuah kental dan nasi tiwul juga di hargai sama dengan taburan kelapa yang menggoda, apalagi tiwul ini malahan sering kami makan dengan sambal cenge ataupun lauk seperti saat makan nasi putih biasa.
Yang unik dari nenek jongkong ini beliau selalu berceritra tentang apa saja secara kocak dan terkadang sering membagikan jongkong atau tiwulnya secara gratis kepada anak-anak, jadi tidak heran kalau anak-anak senang mengiringi beliau saat berjualan terkadang menggantikan beliau berteriak menjajakan jualannya.
Tapi itu kenangan yang sudah lama sekali sudah beberapa puluh tahun yang lalu, nenek jongkong itupun saat ini sudah tidak pernah terlihat lagi.
Beberapa hari yang lalu saat bunda kembali dari kalangan (pasar dadakan jumat) bunda membeli beberapa bungkus nasi titul yang sudah di taburi dengan kelapa, kenangan itu terurai kembali terutama tentang nenek jongkong, tentang tutur kocaknya, tentang kebaikannya berbagi dengan anak-anak.
Nasi tiwul yang kumakan ini terasa sama tetapi kenangan nya yang berbeda, semoga nenek jongkong mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah.... Alfatiha.
No comments:
Post a Comment