MENUJU PERISTIRAHATAN TERAKHIR
Sambutan dari paman ku saat acara takziah |
"Ayah... sudah tiada, sekarang kewajiban kita untuk melaksanakan pengurusan segalanya sebagia muslim" jelas pamanku
"Apakah ayah meninggalkan wasiat ataupun pesan khusus ?"tanya paman ku
"Tidak ada mang (mang singkatan dari mamang dalam bahasa Palembang = Paman)" jawabku yang di iyakan oleh ibu dan adik-adiku
"Jadi ayah mau di kubur jam berapa ?"tanya paman ku lagi
"Mamang di Bogor lagi di jalan, Bibi dari lahat juga sudah di jalan begitu juga mamang yang dari Linggau, atau dusun ..menurut kami biar tidak lama menunggu bagai mana jika sehabis bada zuhur ?" jelasku ke pamannku
"Tidak masalah kalau begitu, berarti pukul 9:30 nanti kita mandikan dan kafankan dan sebelum zuhur kita bawa kemasjid untuk di sholatkan" terang pamanku.
"Nanti yang jadi imanya sholat jenazah ya" kata pamanku sambil menepuk bahuku
"Iya mang" jawabku
Aku yang beradu pandang dengan adiku laki-lakiku yang hanya tersenyum, teringat pagi tadi saat bertemu beliau;
"kapan datang dek ?" tanyaku
"Barusan kak.... habis dari Telaga Swidak ( TPU di dekat rumah) pesan makam untuk ayah" jawab adekku
"Jadi berangkat naik pesawat apa pagi tadi ?" tanyaku lagi
"Tidak kak... saat kakak telpon adek sudah ada di Palembang baru sampe semalam, 2 hari dapat firasat tidak enak "jawabnya
"Kirain masih di Dumai" jawabku merasa bodoh
Di masjid tempat ayah di sholatkan |
Tenda sudah di pesan, begitu juga pemakaman, perlengkapan untuk kain kafan pun sudah ada, bilal sendiri merupakan pengurus dari persatuan amal kematian yang salah satu pendirinya adalah ayah. Tepat pukul 9:30 kamipun memandikan ayah paman, aku, adiku, keponakan dan kakak iparku menjadi bagian yang memandikan jenazah, badan ayah begitu bersih, tidak ada kotoran yang mengalir, mungkin karena makanan yang di makan sudah tidak banyak lagi, banyak keharuan di sini adek azam dan sepupunya hafiz menangis terisak-isak melihat nenek anang nya di mandikan, begitu juga yang lain saat menyiram kan air untuk terakhir kali di badan nenek.
Saat jenazah di bawa kedalam dan di kafankan terlihat adek azam terus terisak di depan pintu masuk sambil bersandar di kusen melihat kursi yang biasa di duduki oleh nenek anang sambil memakan es krim yang biasanya kami beli saat bertandang ke sana, ku sambut tangan beliau dan ku dudukan dekat jenazah.
Adik-adik kandung ayah |
Adik-adik ayah baik dari Kota Bogor, Lahat, Linggau dan Tebing tinggi sudah hadir semua, isak tangis pecah kembali terutama pada saat paman yang dari Bogor melihat jenazah ayah, kupandu untuk membaca surah yasin sebelum jenazah ayah akan di bawa ke masjid untuk di sholatkan untuk terakhir kali.
Doa yang terlantun juga tidak mengurungkan rinai air mata yang jauth ke pipi, adik perempuanku sempat di tegur karena beliau menangis dengan keras mungkin wajar karena beliaulah yang paling intens dan paling dekat dengan ayah, yang paling mengajak ayah bermain, setiap pulang mengajar beliau pasti membawakan makanan bagi ayah sehingga ini menjadi pukulan besar bagi adik ku ini.
Sebelum zuhur keranda ayah sudah di berangkat kan ke masjid Al-Mukminin, di mana dimasjid ini beliau pernah menjadi pengurus sebelum beliau sakit, derai air mata masih mengiringi kepergian ayah, aku harus berjalan tegar karena kedapan masih banyak yang harus di jalani, saat ini yang terpenting adalah menyolatkan dan mengantarkan ayah ke peristirahatannya yang terakhir.
No comments:
Post a Comment