Thursday, 5 November 2020

Surga Yang Tersenyum Part.4

SANJUNGAN KESEDIHAN

Almarhum Ayah & Ibu

"Ayah mu itu adalah orang yang hebat, dan pandai bergaul dan tidak ada orang tidak mengetahui itu"kata salah satu teman ayah saat selesai takziah
"Di kampung ini siapa yang tidak mengenal beliau, terutama kalau ada urusan hajatan atau sedekaahan beliau berada di barisan paling depan untuk mengatur distribusi konsumsi biar dapat berjalan dengan lancar" kata salah satu teman sejawat ayah lainnya\
"Tidak bisa di cari lagi yang seperti beliau saat ini" ujarnya lagi

Banyak pujian yang di ceritakan oleh teman -teman beliau menganai perbuatan beliau selama hidup di tempat ayah tinggal, serasa sesak dada ini menahan cairan panas yang seakan tidak terbendung lagi, padahal saat melihat jenazah ayah siang tadi tidak ada rasa sedih yang begitu haru seperti malam ini saat mendengan cerita kebaikan beliau.

Sudah sedari sejak tahun 1970-an beliau tinggal di sana, yang awalnya rumah panggung di atas rawa dengan jalan dari papan jembatan dari papan, tetapi itu tidak membuat beliau menjadi surut dari kehidupan, pandainya beliau bergaul dengan tetangga sehingga memang tidak mengherankan jika banyak yang mengenal beliau walapun jarak itu sudah ku anggap jauh dari rumah tempat ayah tinggal.


Aku mohon permisi kepada teman-teman ayah karena aku juga malu kalau sampai menangis di depan mereka, rasanya ingin ku pecahkan air mata ku tapi masih banyak tamu, akhirnya akupun menuju kamar mandi untuk mengusap mukaku yang sudah di linangi oleh air mata.

Rumah ini kembali terasa sunyi, hanya beberapa orang keluarga dan tetangga masih bercakap-cakap di bawah tenda, kursi-kursi yang di pakai para pentakziah tadipun sudah di rapikan, tidak terasa engkau meninggalkan kami begitu cepat, padahal baru seperti kemarin engkau banyak memberikan petuah bijakmu mengenai kehidupan kepada anakmu ini.

Aku hanya bisa menatap pijar bola lampu yang tergantung di atas tenda, kulepaskan napas panjang....."semoga engkau di surganya Allah".

Surga Yang Tersenyum Part.3

PUSARA

Ibu di pusara adik Tika

"Tidak terlalu jauh kak dari kuburan adik Tika" jelas adik lelakiku
"Kondisinya kering ya ?" tanya ku
"Kering kak.... bagus"jelas adik ku lagi
Berarti sudah tidak ada kendala guma ku dalam hati, kayu untuk kacapuri juga sudah di pesan dan lain-lain juga sudah tersedia semua.

Akupun tegak berdiri sebagai imam sholat jenazah di depan keranda yang berisi jenazah ayahku, takbir ku kumandangkan sebagai kewajibanku kepada orang yang paling ku hormati selama ini, terbayang semasa hidup beliau banyak sekali pengajaran hidup yang ku dapatkan dari beliau, beliau yang tidak pernah marah baik kepada kami anak- anaknya ataupun adik-adik beliau, hal inilah yang menjadi magnet tersendiri bagi beliau, sehingga adik-adik beliau pun sangat kehilangan sosok beliau sebagai kakak ataupun Bapak.

Bagi kami sendiri anak-anak beliau ayah merupakan sosok yang sangat mengayomi, berbeda dengan yang aku rasa sekarang dengan anak-anak ku, tetapi ayah pernah berpesan bahwa jadilah dirimu sendiri jangan jadi ayah karena kita berbeda jaman. Ku akhiri sholat ini dengan salam dan ku lantunkan do'a, semoga doa ini bisa di kabulkan oleh Allah, beberapa patah kata sambutan di sampaikan oleh paman sebagai permintaan maaf atas kesalahandan kehilafan ayah.

Saat ayah bertandang di rumah ayuk 

Sirine mobil ambulance yang membawa jenazah ayah berbunyi nyaring memecah jalan kendaraan lain, jarak yang di tempuh pun tidak terlalu jauh hanya beberapa kilo saja, pada awalnya tetangga-tetangga yang tinggal di seputaran rumah ayah ingin agar ayah di gotong saja kerandanya ke pemakaman sebagai penghormatan terakhir tetapi setelah di pertimbangkan kembali akhirnya kami lebih memilih menggunakan ambulance.

Bacaan tahlil, tahmid dan takbir berkumandang saat keranda menuju ke lubang kuburan yang sudah di persiapkan, rasa miris di dalam hati melihat orang yang tersayang akan di pendam di dalam bumi, tetapi kenyataan tidak bisa di tentang karena semua merupakan takdir nya.

Kondisi tanah makam yang kering membuat pemakaman mudah untuk di lakukan, biasanya di TPU Telaga Swidak ini harus menggunakan kotak karena derasnya air yang masuk ke dalam liang makam, mungkin karena jarak pemakaman ini tidak jauh dari sungai musi menyebabkan hal ini.

Aku dan kakak iparku pun masih terdiam di pusara ayah, adik ku berusaha untuk membersihkan tanah yang menempel di bajunya saat masuk ke dalam makam ayah tadi, tidak terasa hanya kami bertiga yang tertinggal di makam, kendaraan yang kami tumpangi tadi semuanya sudah pada berjalan pulang, akhirnya kamipun melangkah perlahan menuju rumah, karena TPU ini memang tidak terlalu jauh dari rumah tinggal orang tua kami.

Beberapa hari setelah pemakaman ayah... dan tanah itu pun masih merah

Surga Yang Tersenyum Part.2

MENUJU PERISTIRAHATAN TERAKHIR

Sambutan dari paman ku saat acara takziah

"Ayah... sudah tiada, sekarang kewajiban kita untuk melaksanakan pengurusan segalanya sebagia muslim" jelas pamanku
"Apakah ayah meninggalkan wasiat ataupun pesan khusus ?"tanya paman ku
"Tidak ada mang (mang singkatan dari mamang dalam bahasa Palembang = Paman)" jawabku yang di iyakan oleh ibu dan adik-adiku

"Jadi ayah mau di kubur jam berapa ?"tanya paman ku lagi 
"Mamang di Bogor lagi di jalan, Bibi dari lahat juga sudah di jalan begitu juga mamang yang dari Linggau, atau dusun ..menurut kami biar tidak lama menunggu bagai mana jika sehabis bada zuhur ?" jelasku ke pamannku

"Tidak masalah kalau begitu, berarti pukul 9:30 nanti kita mandikan dan kafankan dan sebelum zuhur kita bawa kemasjid untuk di sholatkan" terang pamanku.
"Nanti yang jadi imanya sholat jenazah ya" kata pamanku sambil menepuk bahuku
"Iya mang" jawabku

Aku yang beradu pandang dengan adiku laki-lakiku yang hanya tersenyum, teringat pagi tadi saat bertemu beliau;
"kapan datang dek ?" tanyaku
"Barusan kak.... habis dari Telaga Swidak ( TPU di dekat rumah) pesan makam untuk ayah" jawab adekku
"Jadi berangkat naik pesawat apa pagi tadi ?" tanyaku lagi
"Tidak kak... saat kakak telpon adek sudah ada di Palembang baru sampe semalam, 2 hari dapat firasat tidak enak "jawabnya
"Kirain masih di Dumai" jawabku merasa bodoh

Di masjid tempat ayah di sholatkan

Tenda sudah di pesan, begitu juga pemakaman, perlengkapan untuk kain kafan pun sudah ada, bilal sendiri merupakan pengurus dari persatuan amal kematian yang salah satu pendirinya adalah ayah. Tepat pukul 9:30 kamipun memandikan ayah paman, aku, adiku, keponakan dan kakak iparku menjadi bagian yang memandikan jenazah, badan ayah begitu bersih, tidak ada kotoran yang mengalir, mungkin karena makanan yang di makan sudah tidak banyak lagi, banyak keharuan di sini adek azam dan sepupunya hafiz menangis terisak-isak melihat nenek anang nya di mandikan, begitu juga yang lain saat menyiram kan air untuk terakhir kali di badan nenek.

Saat jenazah di bawa kedalam dan di kafankan terlihat adek azam terus terisak di depan pintu masuk sambil bersandar di kusen melihat kursi yang biasa di duduki oleh nenek anang sambil memakan es krim yang biasanya kami beli saat bertandang ke sana, ku sambut tangan beliau dan ku dudukan dekat jenazah.

Adik-adik kandung ayah

Adik-adik ayah baik dari Kota Bogor, Lahat, Linggau dan Tebing tinggi sudah hadir semua, isak tangis pecah kembali terutama pada saat paman yang dari Bogor melihat jenazah ayah, kupandu untuk membaca surah yasin sebelum jenazah ayah akan di bawa ke masjid untuk di sholatkan untuk terakhir kali.

Doa  yang terlantun juga tidak mengurungkan rinai air mata yang jauth ke pipi, adik perempuanku  sempat di tegur karena beliau menangis dengan keras mungkin wajar karena beliaulah yang paling intens dan paling dekat dengan ayah, yang paling mengajak ayah bermain, setiap pulang mengajar beliau pasti membawakan makanan bagi ayah sehingga ini menjadi pukulan besar bagi adik ku ini.

Sebelum zuhur keranda ayah sudah di berangkat kan ke masjid Al-Mukminin, di mana dimasjid ini beliau pernah menjadi pengurus sebelum beliau sakit, derai air mata  masih mengiringi kepergian ayah, aku harus berjalan tegar karena kedapan masih banyak yang harus di jalani, saat ini yang terpenting adalah menyolatkan dan mengantarkan ayah ke peristirahatannya yang terakhir.

Surga Yang Tersenyum Part.1

HUJAN DI AWAL HARI


"Kak, ayah sudah tiada" saat suara adik perempuanku yang merupakan anak bungsuku menggetarkan telinga ku
"Inalilahiwainailahi rojiun" jawabku sepontan
"Pastiin lagi dek, coba panggil tetangga untuk bantu mengecek keadaan ayah.

Hujan deras yang mendera kota ini sedari tengah malam membuat suasana dingin semakin dingin.
"Sudah... ambil wudhu dulu ... sholatlah dulu ?" kata bunda

Akupun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan berwudhu yang tidak lama ada telpon yang berdering yang sudah di angkat bunda, ternyata telpon dari kakak kami. 
"Te, nanti sebentar lagi kami jemput... bersiaplah kita ke tempat Ayah" kata bunda kepada ku saat menerima telpon dari kakak iparku yang memang tinggal tidak jauh dari rumahku.

Ku sujudkan kepala ku dalam-dalam di atas sajadah sambil meminta ampunan atas dosa-dosa ayah dan ibu, tidak terasa bulir panas mulai menetes dari mata ini, berharap semoga ayah khusnul khotimah.

Ibu dan adek perempuanku di bantu oleh para tetangga ternyata sudah beberes rumah dari mengeluarkan kursi dan meja, membentang kasur untuk jenazah ayah dan lain sebagianya, hujan yang kelihatannya tidak kunjung berhenti membuat beberapa titik jalan di kota ini menjadi tergenang.

Adiku sepulang dari kuburan ayah

Saat si kuda membelah malam menerjang aspal yang mengkilat di terpa hujan, akupun menghubungi adik laki-lakiku yang nomor 3 yang saat terakhir aku kontak dengan beliau mengatakan sedang tugas di kota Dumai.
"Assalamualaikum, dek sudah dapat kabar kalau ayah sudah tiada ?' tanya ku kepada dia
"Sudah kak" jawabnya
"Baguslah, kalau mau balik cari penerbangan paling pagi ,,,tidak usah terburu-buru" saranku kepada adik ku tersebut yang ku kira masih di kota Dumai.

Ku perhatikan kakak ipar ku yang fokus mengendarai mobil di tengah lebatnya hujan malam ini yang di iringi syahdu lantunan mahalul qiyam maulid simtud durror, sebentar lagi kami sampai semoga selamat sampai di tujuan. Hujan yang tidak bertanda untuk reda membuat kami sedikit berlari ke rumah ayah, sesampai di rumah sudah banyak tetangga yang berkumpul di sana termasuk paman (adik dari ayah) pun sudah tiba di sana bersama istrinya, ayah sudah di baringkan di atas kasur di ruang tamu, muka bersih nya bertabur senyum.

Pembacaan surah yasin melantun dari rumah ayah, sembari menunggu subuh.. hilang sudah penderitaan mu selama ini, hilang juga sakit yang engkau derita, alam baru yang engkau tuju menjadi kebahagiaan baru bagimu.

Ambulan yang mengantarkan ayah ke peristirahatan terakhirnya

Kutatap lekat-lekat muka ayah  seperti orang tidur biasa sama seperti kemarin-kemarin, ibu kulihat tidak lagi menangis hanya adik perempuanku yang masih terisak, teringat kemari bahwa ayah sudah menunjukan tanda-tanda yang tidak biasa di mana sepulang kerja aku langsung mampir ke rumah ayah untuk melihat kondisi nya.

"Ayah jangan di tinggal lagi bu.... di lihat terus kondisinya" kataku kepada ibu dan adik perempuanku ku yang baru saja pulang dari mengajar.

Memang sudah hampir 3 minggu ini stamina ayah terus menurun hal ini di sebabkan beliau tidak mau makan lagi hanya minum yang melewati tenggorokannya itupun tidak banyak, setiap hari ibu menyuapi makanan tersebut tetapi seperti enggan untuk di telan , apakah beliau sakit gigi atau tenggorokan atau ada hal yang di rasakannya juga tidak tahu karena sudah sulit berkomunikasi dengan beliau.

"Kasih kabar saja dek kalu ada apa-apa dengan ayah " pesan ku kepada adek perempuan ku sebelum aku pamit pulang dari rumah ayah.
"iya kak" jawabnya

Hal ini lah membuatku tidak menyangka kalau kemarin adalah hari terakhir bertemu ayah, sebelum pulang sempat ku cium pipi dan kepalanya, badan yang renta tergolek di atas ranjang tidak bisa banyak bergerak hanya mata dan erangan kata yang tidak terucap yang sempat terdengar dan terlihat. Ada penyesalan menyeryuak di dalam hati, kemarin yang seharusnya merupakan jadwal kami berkunjung ke rumah ayah bersama istri dan anak-anakku tidak bisa terlaksana, tetapi takdir berkata lain apa hendak di kata.

Takziah