Sunday, 25 April 2021

Apa Yang Ada Di Kantong Kita Belum Tentu Milik Kita

 

"Kayaknya ban depan motor ini bocor mak " kata ku ke bunda yang sedari tadi jalan motor kurasa sudah tidak enak.
Adek yang duduk di bagian depan pun memanjangkan kepalanya untuk melihat roda depan yang kusebut bocor tadi.
"Mungkin kurang angin ya" jawab bunda

Kutepikan motor ku di dekat tukang tambal ban yang sedang menambal sepeda motor berwarna hitam, 
"kak... tambah angin" kata ku ke tukang tambal ban.

Tampa menyahut dia langsung mengambil selang angin yang tergeletak tidak jauh dari tempat dia menambal ban dalam motor warana hitam, 
"Depan belakang ?" tanya tukang tambal ban terebut.
"Depan saja kak" jawabku

Sekeping uang bernilai seribu Rupiah pun sudah berpindah tangan, harapan dalam hati semoga apa yang di katakan oleh bunda benar, bahwa motor ini ban nya hanya kurang angin saja. Setelah bunda dan adek naik ke motor kupacu kembali, tetapi sialnya setelah kurang lebih 3,5 - 4 km perjalanan ternyata ban depan yang sudah di tambah anginnya tadi kempes lagi. dan ini justru lebih parah ketimbang yang pertama.

"ayo... dek jalan kaki" katau ke adek yang masih nangkring di jok motornya, sambil kulirik jam tangan ternyata waktu berbuka puasa tidak beberapa saat lagi. Kamipun berjalan dengan aku menuntun motor di bagian depan, sayup suara orang mengaji sudah terdengan di beberapa corong masjid.

Tepat di tikungan di dekat klinik pengobatan kebetulan ada tambal ban yang buka, akhirnya ban depan yang tadi sudah di tambah angin akhirnya harus benar-benar di tambal, azan akhirnya berkumandang saat ban motor masih belum selesai di tambal, beberapa teguk air putih dari botol air mineral yang ku bawa kami minum bertiga.

Memang jadwal hari ini ada kegiatan buka puasa bersama di rumah datuk dan nyai, kebetulan tadi kami berbarengan dengan motor umi tetapi karena ban yang bocor akhirnya kami harus memisahkan diri, pada saat sampai ke tempat datuk dan nyai yang lain sudah pada selesai berbuka puasa, mereka pada bertanya, tetapi kendala ban bocor tidak dapat di cegah.

Berbuka, taraweh dan bercengkerama sudah membuat hari semakin larut, saat nya kembali pulang jarak 15 km lumayan panjang untuk di telusuri, motor yang kupacu dengan perlahan mulai melibas pekatnya aspal malam ini tetapi itupun tidak berlangsung lama hanya sekitar 7 km dari kediaman datuk dan nyai ban depan motor ini ku rasa bocor kembali, ternyata memaang bocor kamipun terpaksa turun dan mendorong lagi.

"Ya Allah..... ada apa lagi ini" guma ku dalam hati, kuliirk bunda yang sudah mulai di serang kantuknya.
Untungnya tidak jauh dari sekolah kakak, ada tukang tambal ban akhirnya kamipun berhenti disana.

Sambil bercerita ke tukang tambal ban bahwa hari ini sudah dua kali aku menambal ban motor ini dalam waktu hanya beberapa jam,
"Sudah rejeki kami pak" jawab tukang tambal ban tersebut sambil tersenyum

Sambil tersenyum kecut dan menurunkan maskerku aku hanya terdiam, mendengar apa yang katakan tukang tambal ban tersebut malam ini.

Memang benar apa yang ada di saku kita belum tentu menjadi milik kita semua, padahal tadi merasa aman dengan mengantongi uang 50 ribu, tetapi seperti kejadian ini ternyata uang tersebut pada hakikatnya bukan milik kita, ada 2 ribu  untuk si penamba angin, ada 10 ribu untuk tukang tambal ban pertama, dan ini 15 ribu lagi untuk penambal ban yang ke dua,  karena jalur rejeki itu tidak pernah salah dan akan melalui jalan yang seharusnya.

Aku hanya tersenyum sendiri sambil memperhatikan tukang tambal ban yang lagi melayani pembeli di warung gerobak miliknya, ada pelajaran yang ku dapat malam ini mengenai jalur rizki yang tidak akan pernah salah dan tidak akan pernah tertukar.

No comments:

Post a Comment