Wednesday, 14 October 2020

Mentari Di Penghujung Senja Part.1

Dimensia Oh Dimensia

Aku dan ayah,.. (Foto terakhir yang di ambil bersama ayahku 14/10/20)

Ini merupakan sedikit tulisan pendek bergaya dhinisa journey tentang edisi ayah yang di posting dalam beberapa bagian, beberapa waktu lalu beliau sudah kembali kepadanya membebaskan segala sakit dan deritanya, kerinduan ini hanya bisa tergores di sini dengan segala kemampuan memahaminya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dia hanya tersenyum pada saat ku suapi es krim yang dari tadi di tunggunya, dari tadi terlihat lirikan matanya yang terus mengikuti kemana gerak es krim di tangannku, sekali-kali ku ajak bercanda walaupun tanpa ada respon tertawa dari beliau.

Dialah ayahku, yang sudah beberapa tahun ini mengalami sakit yang dari pihak dokter sendiri memvonis sebagai dimensia (kepikunan), di mulai pada tahun 2018 penyakit ini mulai menimpa ayah yang ternyata merupakan effek dari kecelakaan yang pernah beliau alami pada tahun 2010 yang lalu, awalnya dokter syaraf mengatakan bahwa syaraf halus ayah yang sudah kena efek benturan  dan temasuk tulang di bagian tangan ayah ada yang retak, itupun berdasarkan hasil dari scan yang di lakukan pihak rumah sakit   

"Dementia atau demensia adalah penyakit yang mengakibatkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Kondisi ini berdampak pada gaya hidup, kemampuan bersosialisasi, hingga aktivitas sehari-hari penderitanya." https://www.alodokter.com/

Sejak saat itulah daya pikir dan daya ingat ayah terus menurun, baik untuk mengingat istrinya atau ibu kami ataupun anak-anaknya apalagi keluarga yang lain, terkadang ingat dan terkadang lupa membuat kami awalnya sangat sedih, seolah-olah beliau adalah orang asing yang baru datang di rumah kami tersebut.

Tetapi seiring berjalan waktu kamipun bisa untuk menyesuaikan diri dengan prilaku baru ayah, dengan telaten ibu yang mengurus ayah karena memang yang tinggal di rumah beliau saat ini adalah ibu dan adik perempuanku yang berprofesi sebagai guru, sedangkan saudaraku yang lain semuanya sudah memiliki rumah sendiri yang letaknya cukup jauh dari rumah orang tua kami sendiri. Aku sendiri sekeluarga paling sedikit seminggu sekali selalu bertandang ke tempat orang tua kami, untuk sekedar bercngkerama tentang beliau ataupun mendengarkan curhat dari ibu kami.

Tetapi seperti itulah ayah, beliau yang dulunya sangat tegas dan tidak macam-macam menjadi tidak berdaya saat sakitnya, aktivitas terakhirnya sebagai pengurus masjid  pun harus di tinggalkan karena ketidak berdayaan beliau, awalnya aku sempat meneteskan air mata saat melihat prilaku ayah untuk pertama kali, kaku, tempramental, tidak mengenali siapa-siap. Beberapa kali mengalami tersesat saat hendak pulang kerumah sehingga membuat kami menjadi khawatir tetapi untunglah ada tetangga yang bertemu dan mengantarkan beliau pulang.

Sehingga akhirnya aktivitas ayah hanya banyak berdiam di rumah saja, kecuali jika ada jadwal kontrol ke dokter ataupun memang sengaja di ajak untuk mengunjungi anak-anaknya, biasanya kami bergantian untuk mengantar ayah tersebut.

"Selamat bu ya...tapi ibu  yang sabar........ karena saat ini ibu mendapatakan bayi besar...." kata dokter  yang menangani pengobatan ayahku setelah di voinis demensia.
Aku sedikit mengerenyitkan kening, "Apa maksudnya dok ?" tanya ku

Akhirnya dokter tersebut menjelaskan mengenai apa dimensia itu dan juga segala perubahan prilaku  yang akan di alami oleh ayah, termasuk fungsi obat yang harus di makan ayah, tetapi ada satuhal yang ku ingat dengan baik perkataan dokter tersebut, 
"Dik, kasus seperti bapak ini tidak akan pernah pulih seperti sedia kalah, beliau pasti akan mengalami penurunan baik dari pola pikir dan juga fisik seperti yang adik lihat saat dilakukan observasi tadi semuanya tidak bisa di lakukan dengan tuntas, obat-obatan yang di berikan hanya sebatas mengurangi dari kadar penyakitnya bukan menghilangkan penyakit, sehingga harus di rawat dengan benar dan butuh ketelatenan sampai akhirnya hari itu tiba".

Akupun sadar bahwa ayah tidak akan bisa lagi kembali seperti semula,  sudah untuk mengenali kami, menyukai kembali makanan anak-anak kecil, ataupun berbuat yang aneh lainnya, tetapi kami bertekad bahwa ayah harus tetap sehat dan segar walaupun dia harus diam di dalam kesunyian.

No comments:

Post a Comment