Wednesday, 14 October 2020

Mentari Di Penghujung Senja Part.3

RUQIYAH & TIDUR


Tempramen ayah semakin menjadi-jadi, entah di picu dengan hal-hal yang terkadang tidak kita mengerti secara nalar, ada yang memasuki rumah, ada orang lain di dalam kamar, ada anak kecil di kamar mandi, cemburu ke ibu dan lain sebaginya, yang sempat membuat ku bingung dengan segala prilaku ayah.

Bukan aku saja yang di buat bingung, tetapi adik perempuanku dan ibuku justru merasa ketakutan dengan perilaku ayah yang seperti itu, terkadang beliau bermain dengan senjata tajam, atau benda tumpul yang di arahkan ke ibu atau adik perempuanku yang semua itu di lakukan di luar kesadarnya sama sekali, beberapa malam akhirnya aku harus tidur di rumah ayah karena untuk mengendalikan kondisi ayah yang emosinya terus meledak-ledak, senjata tajam dan barang-barang berbahaya ku suruh agar ibu menyimpan rapat-rapat dari jangkauan beliau begitu juga benda-benda lain yang dapat membahayakan juga di simpan. Tetapi saat aku ada di rumah beliau justru bicara dengan ibuku bahwa ayah takut kepada ku karena aku bisa silat, tetapi dia sendiri tidak bisa menjelaskan aku itu siapa.

Yang lucunya lagi kepada Ibu yang merupakan istrinya sendiri, ayah memanggil semaunya terkadang mbak, terkadang mbok, bibi, ataupun bunda , suka-suka beliaulah, begitu juga dengan waktu tidur beliau yang bisanya sebelum sakit tidak terganggu saat ini hanya sebentar sekali beliau bisa tertidur palingan hanya 5-15 menit itupun sudah terbangun lagi, yang biasanya jika sudah terbangun sudah sangat susah untuk tertidur kembali.

Di dalam kondisi ayah yang seperti ini kami pun rembukan untuk membawa beliau ke pengobatan alternatif yaitu di Ruqiyah untuk menjaga kemungkinan kalau ayah terkena ganggunan mahluk halus, karena sedari kecil tidak pernah aku melihat sifat ayah yang menjadi aneh seperti ini.

Tempat ruqiyah di kawasan sekip ujung pun menjadi tujuan kami, bada asar merupakan waktu di masa sesi ruqiyah akan di lakukan, kami sudah datang sebelum ashar sehingga ayah bisa di lakukan bekam dulu untuk membuang darah kotor di dalam tubuhnya, tepat bada asar ruqiyah pun dilakukan ada sekitar 7 peserta termasuk ayah, ada wanita dan juga anak-anak, selang berjarak 5 menit dari pembacaan ayat -ayat ruqiyah kudengan dengkuran halus dari ayah, sedari awal aku yangduduk di atas kepala beliau karena menang posisi ruqiyahnya berbaring di kasur, ternyata setelah ku perhatiakan beliau tertidur, akupun hanya tersenyum sambil menyimak pembacaan ayat ruqiyah terus belanjut.

Saat ruqiyah sudah selesai, ayah belum ku bangunkan, ku temui pe ruquyah ayah tadi, sembari beertanya, 
"Bagaimana pak kondisi ayah saya ?" tanyaku
"Sepertinya bagus pak tidak ada gangguan mungkin hanya kurang istirahat dan kecapekan saja, itu buktinya masih tidur" jawab peruqiyah
"Bukan gangguan mahluk pak ?" tanyaku lagi
"Bukan pak" jawab peruqiyah itu lagi

Perlahan ku bangunkan ayahku, karena tak lama lagi juga tempat ini akan tutup, ayah tampak lumayan segar dengan kondisi dia tertidut tadi walaupun tidak terlalu lama, hari ini sudah di lakukan bekam dan ruqiyah dan hasilnya baik, tetapi mungkin ke depan ada alternatif pengobatan lain juga yang juga tidak salah untuk di jalani demi kesembuhan ayah. 

Taxi yang mengangkut kamipun segera menyusuri macetnya jalan kota ini, senja yang sudah mulai beranjak tidur tampak indah di lihat dari atas jembatan yang merupakan icon kota ini.

Mentari Di Penghujung Senja Part.2

Tidak Mengenali Lagi

Ayah & Ibu saat menunggu antrian film Si Doel 1

"Dokterrrrrr.........." Aku setengah berteriak dari ruang UGD, saat melihat ayah yang menggigil hebat karena panas nya yang tinggi, sehingga bunyi besi ranjang yang di tempati oleh ayahku begitu kuatnya berbunyi.

"Aku mau pulang...aku mau pulang, ada orang yang mau datang ke masjid"Mengigau ayahku yang beberapa nama juga di sebutkan untuk membukakan pintu masjid  .

Aku dan adik perempuanku hanya bisa menggenggam tangan ayah dengan kencang biar beliau tidak berlari keluar, ibu yang kulihat sudah menangis sedari tadi melihat kondisi ayah hanya bisa menangis di bagian kaki ayah, akhirnya dokter dan perawatpun masuk melakukan pengukuran suhu badan terhadap ayahku, ternyata suhu badan ayah lebih dari 40 drajat, dokterpun mengambil tindakan dengan  menyuntikan penurun deman melalui lengan ayah, dan beberapa menit kemudian ayah tidak lagi gelisah dan suhu tubunya pun menjadi normal.

Kejadian seperti ini sudah dua kali ku lihat pertama kali saat ayah awal mengalami kecelakaan pada tahun 2010, panas tinggi, mengiggau dan juga guncangan yang hebat hingga membuat ranjang rumah sakit berbunyi hebat, dan yang kedua adalah yang barusan terjadi.  Memang benturan yang di alaminya saat itu cukup keras hingga helm yang di pakai oleh ayah bisa terbelah dua.

Romadhon tahun ini merupakan romadhon yang teristimewa bagi kami karena, kami harus bergantian merawat ayah di rumah sakit, padahal biasanya kalau romadhon kami banyak bertandang ke rumah ayah terutama cucu-cucu beliau sangat senang karena banyaknya makanan, tetapi berbeda untuk tahun ini.

"Aku mau pulang........Siapa Kau ?" kata ayah sambil bertanya

Aku terkejut karena mengapa sampai ia tidak mengenali ku, berkali-kali di dalam rumah sakit beliau berbuat yang aneh-aneh untung saja kami berada di ruangan yang hanya pasienya ayah seorang sehingga tidak merepotkan orang lain. Dari ingin mencabut selang infus, ingin selalu ke kamar mandi, berjalan bolak balik selasar rumah sakit, tetapi yang paling menyakitkan beliau tidak mengenali kami.

Entah penyakit apa yang sudah menyerang ayah padahal pada saat masuk UGD beliau itu hanya terkena panas tinggi dan susah BAB tetapi mengapa menjadi begini, tanyaku dalam hati sambil mencari jawabannya. Lembaran halaman al-quran yang ku baca melalui smartphone ku pun  tidak di hiraukan oleh ayah dia sibuk dan tenggelam dunianya sendiri dan seperti inilah yang terkadang membuat ibu menangis.

Beberapa hari pun berlalu, hari ini kondisi fisik ayah sudah mulai pulih, suhu tubuh sudah normal begitu juga selera makan pun normal dan tidak ada lagi kesulitan dalam BAB, adik laki-laki ku pun menjemput ayah saat sholat taraweh sedang di langsungkan dengan mobilnya di iringi dengan gerimis yang mulai membasahi bumi,  kami sangat senang dengan kepulangan ayah di rumah walaupun kondisi mental ayah sendiri masih kuanggap belum pulih seperti sedia kalah, tetapi ada yang membuat ibu khawatir lagi karena saat kepulangan ayah itu adalah tiga hari lagi  menjelang adalah hari raya idul fitri, karena lebih fokus ke perawatan ayah di rumah sakit mungkin idul fitri kalai ini tanpa persiapan apa-apa.

Mentari Di Penghujung Senja Part.1

Dimensia Oh Dimensia

Aku dan ayah,.. (Foto terakhir yang di ambil bersama ayahku 14/10/20)

Ini merupakan sedikit tulisan pendek bergaya dhinisa journey tentang edisi ayah yang di posting dalam beberapa bagian, beberapa waktu lalu beliau sudah kembali kepadanya membebaskan segala sakit dan deritanya, kerinduan ini hanya bisa tergores di sini dengan segala kemampuan memahaminya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dia hanya tersenyum pada saat ku suapi es krim yang dari tadi di tunggunya, dari tadi terlihat lirikan matanya yang terus mengikuti kemana gerak es krim di tangannku, sekali-kali ku ajak bercanda walaupun tanpa ada respon tertawa dari beliau.

Dialah ayahku, yang sudah beberapa tahun ini mengalami sakit yang dari pihak dokter sendiri memvonis sebagai dimensia (kepikunan), di mulai pada tahun 2018 penyakit ini mulai menimpa ayah yang ternyata merupakan effek dari kecelakaan yang pernah beliau alami pada tahun 2010 yang lalu, awalnya dokter syaraf mengatakan bahwa syaraf halus ayah yang sudah kena efek benturan  dan temasuk tulang di bagian tangan ayah ada yang retak, itupun berdasarkan hasil dari scan yang di lakukan pihak rumah sakit   

"Dementia atau demensia adalah penyakit yang mengakibatkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Kondisi ini berdampak pada gaya hidup, kemampuan bersosialisasi, hingga aktivitas sehari-hari penderitanya." https://www.alodokter.com/

Sejak saat itulah daya pikir dan daya ingat ayah terus menurun, baik untuk mengingat istrinya atau ibu kami ataupun anak-anaknya apalagi keluarga yang lain, terkadang ingat dan terkadang lupa membuat kami awalnya sangat sedih, seolah-olah beliau adalah orang asing yang baru datang di rumah kami tersebut.

Tetapi seiring berjalan waktu kamipun bisa untuk menyesuaikan diri dengan prilaku baru ayah, dengan telaten ibu yang mengurus ayah karena memang yang tinggal di rumah beliau saat ini adalah ibu dan adik perempuanku yang berprofesi sebagai guru, sedangkan saudaraku yang lain semuanya sudah memiliki rumah sendiri yang letaknya cukup jauh dari rumah orang tua kami sendiri. Aku sendiri sekeluarga paling sedikit seminggu sekali selalu bertandang ke tempat orang tua kami, untuk sekedar bercngkerama tentang beliau ataupun mendengarkan curhat dari ibu kami.

Tetapi seperti itulah ayah, beliau yang dulunya sangat tegas dan tidak macam-macam menjadi tidak berdaya saat sakitnya, aktivitas terakhirnya sebagai pengurus masjid  pun harus di tinggalkan karena ketidak berdayaan beliau, awalnya aku sempat meneteskan air mata saat melihat prilaku ayah untuk pertama kali, kaku, tempramental, tidak mengenali siapa-siap. Beberapa kali mengalami tersesat saat hendak pulang kerumah sehingga membuat kami menjadi khawatir tetapi untunglah ada tetangga yang bertemu dan mengantarkan beliau pulang.

Sehingga akhirnya aktivitas ayah hanya banyak berdiam di rumah saja, kecuali jika ada jadwal kontrol ke dokter ataupun memang sengaja di ajak untuk mengunjungi anak-anaknya, biasanya kami bergantian untuk mengantar ayah tersebut.

"Selamat bu ya...tapi ibu  yang sabar........ karena saat ini ibu mendapatakan bayi besar...." kata dokter  yang menangani pengobatan ayahku setelah di voinis demensia.
Aku sedikit mengerenyitkan kening, "Apa maksudnya dok ?" tanya ku

Akhirnya dokter tersebut menjelaskan mengenai apa dimensia itu dan juga segala perubahan prilaku  yang akan di alami oleh ayah, termasuk fungsi obat yang harus di makan ayah, tetapi ada satuhal yang ku ingat dengan baik perkataan dokter tersebut, 
"Dik, kasus seperti bapak ini tidak akan pernah pulih seperti sedia kalah, beliau pasti akan mengalami penurunan baik dari pola pikir dan juga fisik seperti yang adik lihat saat dilakukan observasi tadi semuanya tidak bisa di lakukan dengan tuntas, obat-obatan yang di berikan hanya sebatas mengurangi dari kadar penyakitnya bukan menghilangkan penyakit, sehingga harus di rawat dengan benar dan butuh ketelatenan sampai akhirnya hari itu tiba".

Akupun sadar bahwa ayah tidak akan bisa lagi kembali seperti semula,  sudah untuk mengenali kami, menyukai kembali makanan anak-anak kecil, ataupun berbuat yang aneh lainnya, tetapi kami bertekad bahwa ayah harus tetap sehat dan segar walaupun dia harus diam di dalam kesunyian.