Wedang uwuh adalah ramuan tradisional yang terbuat dari 100% rempah alami yang sudah turun temurun sejak zaman Raja-raja Mataram. Wedang uwuh merupakan minuman tradisional alami khas Yogyakarta yang terbuat dari rempah-rempah alami dengan aroma menyegarkan serta cita rasa rempah herbal unik dan nikmat, juga kaya khasiat untuk kesehatan.
Wedang uwuh merupakan minuman tradisional khas Yogyakarta. Kata uwuh sendiri berarti “sampah”. Dinamakan uwuh karena minuman ini terdiri dari berbagai macam-macam bahan tumbuhan yang dicampur menjadi satu, dan jika dilihat akan tampak seperti sampah.
Asal mula wedang uwuh berasal dari kisah Sultan Agung, sebagai Raja Mataram di Yogyakarta. Suatu saat Sultan Agung bersama beberapa pengawalnya sedang mencari tempat yang akan dijadikan sebagai pemakaman keluarga Raja. Beberapa tempat telah mereka kelilingi, hingga akhirnya Bukit Merak Imogiri (Bantul) terpilih menjadi tempat yang paling cocok. Sebelum akhirnya pilihan benar-benar diputuskan, Sultan agung terlebih dahulu semedi (menyepi) di tempat tersebut untuk memantapkan hati.
Pada malam itu sang raja meminta pada salah seorang pengawalnya untuk membuatkan minuman untuk menghangatkan tubuhnya dalam proses semedi di bukit yang dingin itu. Pengawal tersebut kemudian membuatkan wedang secang dan meletakkannya di bawah pepohonan berdekatan dengan tempat semedi sang raja. Seiring berjalannya malam, angin bertiup riang, menari-nari, menerbangkan beberapa daun dan ranting pohon. Dedaunan dan ranting-ranting itu tak sengaja jatuh pada wedang milik raja. Bercampur dan larut menjadi satu. Karena gelapnya malam, sang raja tak menyadari ada yang salah pada minumannya. Ia pun meminumnya dan menikmatinya tanpa rasa curiga ataupun aneh sedikitpun.
Berbeda dengan brem yang berasal dari kota Madiun yang berbentuk kotak, brem solo ini berbentuk bundar yang juga terdiri dari berbagai rasa ada yang original, coklat dan rasa lainya. Walaupun kuliner ini sebenarnya merupakan makanan khas dari daerah Madiun & Wonogiri yang merupakan dari sari ketan yang di keringkan, dengan sensasi lembut, dingin, manis dan asam saat menyentuh lidah.
Brem dikemas berbentuk lempengan agak kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Untuk lebih memaksimalkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi. Biasanya pada sekitar tahun 80-an, brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur.
Brem bentuk kedua berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah, berbentuk lempeng pipih bundar dengan diameter rata-rata 5 cm dan ketebalan sekitar 0,3 cm. Brem asal Wonogiri berwarna putih dan proses pengeringannya melalui dijemur langsung di bawah panas terik matahari selama tiga hari.
Selain dalam bentuk padat brem pun dapat di temukan dalam bentuk cair terutama di daerah Bali dan Nusa tenggara, yang membedakannya jika brem asal bali berwarna putih seperti susu sedangkan yang berasal dari Nusa Tenggara berwarna merah.
No comments:
Post a Comment