Tak lama setelah acara berakhir kami pun bergerak dari Cibiru - Ujung Berung, Bandung menuju Lembang tepanya di desa kayu ambon, tepat di belakang SESPIM Polri. Om Anto pun membawa phanter 96 melalui jalanan di kota Bandung, karena tujuan kita setelah ini adalah ke Lembang yang akan di tempuh kurang lebih 1,5 jam, setelah melewati Jalan Soekarno Hatta, maka mobilpun memasuki ke arah pusat kota, tampak terlihat gedung-gedung bersejarah seperti gedung Asia Afrika. Mobil melaju sedang terkadang di beberapa titik tersendat karena macet.
Gedung Asia Afrika di kawasan Braga |
Tower masjid agung Bandung |
Sekitar 1,5 jam menempuh perjalanan menembus kota Bandung akhirnya kitapun sampai di desa Kayu Ambon Lembang, sangat berbeda dengan suasana di kota Bandung, suasana yang tenang dan masih asri tercermin di sini di mana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani dan berkebun. Kecamatan Lembang sendiri berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 17°-27 °C, wajar bagi kami yang berasal dari Palembang yang cendrung beriklim panas untuk kondisi tersebut sudah bisa di bilang dingin apalagi saat mandi pagi.
Rumah yang kami tuju ini adalah rumah dari orang tua om Anto, karena tugas pekerjaan membuat orang tua di tempatkan di Palembang, sehingga terdengan cerita kalau dari om Anto kalau rumah ini akan di jual, di mana sementara ini masih di tempati oleh keluarga om Anto juga.
Rumah yang lumayan luas dengan view bagian belakang adalak kebun sayuran yang terbentang menghijau, sedangkan di bagian samping kiri di himpit oleh masjid, samping kanan berisi aneka ragam kaktus yang indah-indah yang di kerjakan oleh keluarga om Anto, dari sini aku baru tau kalau kaktus itu banyak sekali ragam jenisnya, dari yang berduri sampai berbentuk seperti daun biasa.
Memang jalan di perkampungan ini lumayan sempit hanya bisa di lalui oleh motor, itupun saat motornya berlintasan salah satu dari motor tersebut harus mengalah, walau begitu udara di sini sangat sejuk dan airnya sangat dingin untuk kami orang dari Palembang.
Saat keesokan harinya kami berempat mengitari kampung kayu ambon ini , nama Desa Kayuambon sendiri dipilih secara mufakat, yang diambil dari cerita orang tua / sesepuh Desa Cibogo pada waktu itu, menurut sejarah di Desa Cibogo tumbuh sebuah pohon yang bernama “Kayu Ambon” yang ditanam oleh orang Belanda pada tahun 1937, pohon tersebut tidak diketahui berasal dari daerah mana walaupun memiliki kesamaan nama seperti nama suatu daerah yang ada di Indonesia yaitu Ambon (Maluku). Pohon tersebut terkenal sampai ke negeri Belanda, Jerman, Prancis dan Inggris, karena keunikan pohon tersebut baik dari segi kekuatan maupun bentuknya namun seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1961 pohon tersebut ditebang. Maka untuk mengingat sejarah, nama pohon tersebut dijadikanlah nama desa yaitu “desa kayu ambon”.
Kol yang baru saja di kirim oleh petani |
Kami melihat sayuran kol yang baru saja di panen dan siap di bawa ke Pasar, ada juga daun selada yang masih menghijau di kebun, tomat yang siap di petik dan beberapa jenis sayuran lainnya. Di sini aku sempat menyicipi tomat yang baru di petik dari batangnya dan rasanya manis dan segar.
Di desa ini kamipun melihat banyak sais/kusir Delman (Kereta yang di tarik oleh kuda) yang tinggal disini yang kudanya sendiri di pelihara di samping-samping rumah mereka, tetapi ada juga rumah-rumah yang lumayan mewah yang terletak di belakang tidak jauh dari tempat kami menginap terlihat seperti ada kandang pelatihan kuda.
Ayuk di lapngan kuda |
Melihat adanya delman kakak sempat merengek untuk minta naik delman tersebut dan akhirnya aku mengajak anak-anak untuk berkeliling Lembang dengan menggunakan transportasi tradisional tersebut, ternyata Delman di sini masih banyak berfungsi karena masih banyaknya tempat tempat peternakan, pemeliharaan dan pelatihan kuda disini.
Saat menaiki delman untuk putar-putar desa kayu ambon |
begitu juga dengan kebun sayur-mayur, di mana saya sempat melihat seorang Bapak melakukan panen kol dan selada air. Di kawasan ini juga bisa kita lihat petani tanaman hias dan juga kelinci, termasuk di tempat kami tinggal yang merupakan petani kaktus dan peternak kelinci sebagai usaha sampingan berkebun di ladang. Dengan kontur tanah yang menanjak dan mnurun melihat keindahaan lembang cukup menguras tenaga dan membakar kalori tapi semua itu terbayar dengan keindahan alamnya.
Lembang, Desa Kayu Ambon, 0211, Dodi NP
No comments:
Post a Comment